CIREBON, AYOBANDUNG.COM--Upaya sosialisasi ihwal kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Indramayu terganjal keterbatasan anggaran. Sementara, kasusnya sendiri meningkat tahun ini.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Indramayu mendata, sedikitnya 31 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan ditangani instansi ini sepanjang Januari-September 2019. Jumlah itu meningkat dibanding sepanjang 2018 yang terdata 30 kasus.
Kepala DP3A Kabupaten Indramayu, Lily Ulyati memandang, peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan tahun ini tak lepas dari makin banyaknya warga yang berani melapor. Kondisi itu terjadi seiring keberadaan P2TP2A Kabupaten Indramayu sejak Januari 2019.
"Ada juga korban yang masih tak mau melaporkan kejadian yang menimpanya," tuturnya.
AYO BACA : Masyarakat Gelar Aksi Dukung Kenaikan Cukai Rokok
Dia menyebutkan, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Indramayu di antaranya dilatarbelakangi perceraian orang tua atau kepergian orang tua untuk bekerja sebagai pekerja buruh migran ke luar negeri. Kondisi itu menyebabkan rendahnya pemantauan terhadap proses tumbuh kembang anak-anak.
Pihaknya selama ini terus gencar menyosialisasikan pencegahan kekerasan terhadap anak dan perempuan, termasuk soal keberadaan P2TP2A. Warga diminta tak takut melaporkan kasus kekerasan yang menimpa mereka.
Sayangnya, upaya itu terkendala anggaran. Akibatnya, sosialisasi tak bisa dilakukan optimal dan sejauh ini baru bisa dilaksanakan terbatas.
Selain sosialisasi, tambahnya, antisipasi terjadinya kekerasan terhadap anak dan perempuan dilakukan pula melalui pembentukan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di desa-desa.
AYO BACA : Pemkab Garut Bakal Sediakan Peralatan Tanggulangi Sampah
"Sosialisasi mengenai perlindungan terhadap anak dan perempuan bisa dilakukan di tingkat desa. PATBM berfungsi juga melakukan pendampingan kalau ada warga di desa yang mengalami kekerasan," jelasnya.
Pihaknya telah membuat surat edaran ihwal pembentukan PATBM ke seluruh desa se-Kabupaten Indramayu. Namun, dari jumlah 317 desa, baru 50 desa yang sudah membentuk PATBM.
Dari 50 desa itu, tiga di antaranya bersifat mandiri, masing-masing Desa Benda di Kecamatan Karangampel, Desa Telukagung di Kecamatan Indramayu, dan Desa Anjatan Baru di Kecamatan Anjatan.
PATBM mandiri berarti pembiayaan untuk seluruh kegiatan terkait ditanggung melalui dana desa. Di luar ketiga desa tersebut, sekitar 47 desa lain baru sebatas membentuk PATBM.
Sementara, Pelaksana Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Usyatno mengungkapkan, macam-macam kekerasan masih menimpa anak-anak dan kaum perempuan di Indramayu.
"Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di antaranya terdiri dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), trafiking, persetubuhan/perbuatan cabul/pelecehan seksual, penelantaran, depresi, dan anak bermasalah hukum," bebernya.
Dari 31 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang terjadi sepanjang Januari-September 2019 ini, terbanyak berupa trafiking sejumlah 11 kasus. Dari 11 kasus itu, sepuluh kasus menimpa anak-anak dan satu kasus menimpa korban berusia di atas 18 tahun.
Mengikuti trafiking, kasus terbanyak lain berupa persetubuhan/perbuatan cabul/pelecehan seksual sejumlah delapan kasus. Di antara kasus tersebut, tak sedikit pelakunya merupakan orang terdekat korban, bahkan masih terikat ikatan keluarga.
AYO BACA : Baso Tongseng Khas Batembat Ramaikan Khasanah Kuliner Cirebon