Kamis 19 Sep 2019 18:56 WIB

Karhutla, ACT Kampanyekan 'Bantu Mereka Bernapas'

Kabut asap berada di level bahaya.

Kabut asap.
Foto: act
Kabut asap.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim medis Aksi Cepat Tanggap (ACT) melakukan pelayanan medis bagi warga terdampak bencana kabut asap di Riau dan Kalimantan Barat. Tim tanggap darurat hingga posko bencana asap ACT juga turut bersiaga.

Kampanye #BantuMerkaBernapas menjadi semangat dalam menghidupkan kembali kebersamaan dalam aksi-aksi kebaikan. Semangat kebersamaan ini yang akan terus dihidupkan melalui Gerakan Nasional #IndonesiaDermawan yang digalakkan oleh ACT dengan mengajak seluruh bangsa untuk memberikan kontribusi terbaiknya.

Gerakan #IndonesiaDermawan adalah gerakan inklusif yang berusaha mengajak publik berkontribusi menyelesaikan permasalahan kemanusiaan di Indonesia dan dunia berupa advokasi dan implementasi nilai-nilai kedermawanan ke seluruh masyarakat.

Tim Medis Aksi Cepat Tanggap (ACT) Muhammad Riedha mengatakan kabut asap yang terjadi di sebagian Sumatra dan Kalimantan saat ini sangat berbahaya bagi kondisi kesehatan masyarakat. Asap yang menyebar dapat menimbulkan efek langsung pada kesehatan.

“Dampaknya bisa berpengaruh pada iritasi mata, hidung, tenggorokan, juga alergi kulit,” ujar dia.

Selain itu, kata dr. Riedha, infeksi saluran pernapasan atau ISPA dan penyakit alergi seperti asma juga lebih mudah muncul. Dampak asap terhadap kesehatan juga sangat berpengaruh pada kelompok usia rentan seperti bayi-balita, orang lanjut usia, ibu hamil dan menyusui. Asap yang mengandung polutan berbahaya dapat berpengaruh pada kesehatan mereka. “Selain melalui udara yang dihirup alat pernapasan, polutan yang terbawa asap bisa juga jatuh ke aliran air atau makanan yang kemudian dikonsumsi makhluk hidup,” ucap dr. Riedha.

Hingga saat ini, jumlah hutan dan lahan yang terbakar di seluruh Indonesia mencapai 328.722 ha dengan luas daerah bahaya hingga 86.455.896 ha bila dilihat pada situs Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).  Data dari Climate Early Warning System (CEWS) BMKG pun menggambarkan sebaran titik panas di Indonesia saat ini paling banyak berada di Pulau Sumatra dan Kalimantan.

Dodo Gunawan selaku Kepala Informasi Pusat Perubahan Iklim mengatakan, hal tersebut dipengaruhi  oleh puncak kemarau yang tengah berlangsung dan ditambah oleh fenomena El Nino yang cukup berpengaruh. Dari pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika per Kamis (19/9) pukul delapan pagi, kualitas udara di beberapa kota terdampak asap kebakaran lahan dan hutan masih berada di level tidak sehat, bahkan lebih.

Di Pekanbaru, Riau misalnya. Pagi ini kualitas udara dengan kosentrasi PM10 atau partikulat yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron, berada di sangat tidak sehat.  Kota lain di Sumatra, seperti Jambi, kualitas masih berada di level sedang. Sebelumnya, pada Kamis dini hari tadi, berada di level sangat tidak sehat. Lain hal dengan di Palembang. Grafik yang dipublikasi BMKG menunjukkan kenaikan level Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU), dan kini berada di level berbahaya.

“Jadi saat ini musim kemarau, kondisinya kering, tidak ada hujan, dan kondisi ini juga cukup panjang. Jadi dengan kondisi seperti itu, dapat memicu mudahnya lahan terbakar. Apalagi di tempat-tempat yang saat ini banyak kebakaran hutan dan lahan itu memang lahannya gambut. Jadi itu sangat mudah sekali dan sangat rentan,” ujar Dodo di Gedung BMKG, Jakarta Pusat.

Banyak daerah sekarang ini juga berada dalam keadaan darurat asap. Ia mencontohkan Pekanbaru yang pada saat itu nilai ambang batasnya berada di atas 150 mikron. Menggunakan indikator partikulat (PM10) dari BMKG, kualitas PM10 yang lebih dari 150 mikron dapat dikatakan berbahaya.

“Jadi nilai ambang batas yang diperkenankan untuk PM10 itu 150 mikron. Nah, melebihi nilai (150 mikron) itu, berbahaya untuk kesehatan. Jadi itu yang menyebabkan darurat asap karena konsentrasi dari PM10 yang sudah melebihi ambang batas, sehingga berbahaya untuk kesehatan. Dan itu kita lihat tadi ada di provinsi dengan jumlah hotspot (titik panas) yang sangat banyak,” kata Dodo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement