Kamis 19 Sep 2019 17:13 WIB

KPK Heran Menpora Mengaku Baru Tahu Status Tersangkanya

KPK sudah menginformasikan status tersangka kepada Imam beberapa pekan lalu.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengaku heran dengan pernyataan Menteri Pemuda dan Olaharaga Imam Nahrawi soal status hukumnya. Imam menyatakan baru mengetahui penetapan tersangkanya pada Rabu (18/9).

KPK memang baru mengumumkan status hukum Imam sebagai tersangka pada Rabu. Namun, KPK sudah menginformasikan status hukum tersebut kepada Imam beberapa pekan lalu.

Baca Juga

Imam bersama asisten pribadinya Miftahul Ulum ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penyaluran bantuan kepada KONI tahun anggaran 2018. Imam ditetapkan tersangka.

"Saya ingin mengklarifikasi dari pernyataan Menpora bahwa dia baru mengetahui kemarin. Saya pikir itu salah karena kami sudah kirimkan. Kalau kami menetapkan status tersangka seseorang itu ada kewajiban dari KPK untuk menyampaikan surat kepada beliau dan beliau sudah menerimanya beberapa minggu lalu," kata Syarif di Gedung KPK Jakarta, Kamis (19/8).

Syarif pun menegaskan tak ada motif politik dalam penetapan tersangka terhadap Imam. "Kalau mau motif politik mungkin diumumkan sejak ribut-ribut kemarin, enggak ada," katanya.

Terkait pemanggilan Imam, menurut Syarif, menjadi kewenanan penyidik. "Saya kurang tahu, tetapi kemarin sudah. Saya yakin penyidik sudah memanggilnya lagi karena beliau sudah dipanggil beberapa kali ya tidak datang," kata dia.

Dalam proses penyelidikan yang sudah dilakukan sejak 25 Juni 2019, KPK juga telah memanggil Imam Nahrawi sebanyak 3 kali, yaitu pada 31 Juli, 2 Agustus 2019 dan 21 Agustus 2019. Namun, Imam tidak menghadiri permintaan keterangan tersebut.

Sementara itu, Imam usai mengetahui penetapannya sebagai tersangka mengatakan dirinya akan patuh pada proses hukum yang berlaku. Ia juga menegaskan semua pihak harus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

Ia pun membantah menerima uang senilai Rp 26,5 miliar terkait suap dana hibah KONI. "Tentu pada saatnya tentu harus kita buktikan bersama sama karena saya tidak sepeti yang dituduhkan kita akan mengikuti sepeti apa di Pengadilan," kata Imam.

Imam berharap penetapannya sebagai tersangka tidak bersifat politis. "Saya berharap ini bukan sesuatu yang bersifat politis, saya berharap ini bukan sesuatu yang bersifat di luar hukum dan karenanya saya akan menghadapi dan tentu kebenaran harus dibuka seluas luasnya selembar lebarnya," kata Imam.

"Saya tidak bisa menduga duga karena saya baru mendengar baru membaca apa yang disampaikan oleh pimpinan KPK tentang tuduhan itu," ungkap Imam.

Saat ditanya apakah akan ada upaya praperadilan, Imam belum mau menanggapinya lantaran dirinya belum membaca secara lengkap soal penyematan status tersangka terhadap dirinya. "Saya belum membaca apa yang disangkakan, karenanya yang pasti semua proses hukum harus kita ikuti karena negara hukum, dan sekali lagi saya jangan ada unsur-unsur di luar hukum," ujar dia.

Selain itu, Imam juga belum menerima jadwal pemanggilan sebagai tersangka dari lembaga antirasuah. Atas penetapan tersangka ini, kata Imam, keluarganya sangat terpukul.

"Ya tentu keluarga sangat terpukul, tetapi saya yakin keluarga saya tahu bahwa ini resiko jabatan saya sebagai menteri ya, sebagai menteri tentu harus siap dengan segala sesuatu, ya," kata Imam.

Penetapan tersangka Imam adalah pengembangan perkara yang telah menjerat Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy;  Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy; Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen, Adhi Purnomo; dan staf Kemenpora Eko Triyanto. Untuk Ending dan Jhony telah diputus bersalah Pengadilan Tipikor Jakarta, sementara tiga lainnya masih menjalani persidangan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement