Kamis 19 Sep 2019 12:21 WIB

Tak Setuju Revisi UU, Buya Syafii Bela KPK

Buya Syafii menilai revisi UU KPK tak melalui prosedur lengkap.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Teguh Firmansyah
okoh islam dan Guru Bangsa Buya Ahmad Syafii Maarif.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
okoh islam dan Guru Bangsa Buya Ahmad Syafii Maarif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif menilai pengesahan revisi Undang-Undang (UU) nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak melalui prosedur yang lengkap.

Bagian yang hilang dari proses pembahasan revisi UU KPK, menurut Buya Syafii, adalah pemerintah dan DPR tidak menggandeng KPK selama pembahasan berlangsung.

Baca Juga

Misal, lanjut Buya, poin soal pembentukan Dewan Pengawas KPK dan hal-hal lain terkait perannya. Menurutnya, KPK bisa saja dilibatkan untuk mendiskusikan urgensi pembentukan Dewan Pengawas KPK.

"KPK itu wajib dibela, diperkuat tapi bukan suci loh KPK itu, itu harus diingat bukan suci. Itu saja," kata Buya Syafii di Istana Negara, Kamis (19/9).

photo
Anggota wadah pegawai KPK bersama Koalisi Masyarakat sipil antikorupsi melakukan aksi bela KPK.

Sebelumnya, Pihak Istana Kepresidenan menilai revisi UU KPK yang diinisasi oleh DPR sudah melalui proses dan pertimbangan panjang. Meski pada kenyataannya, DPR memang bekerja kilat dalam merevisi UU KPK ini.

Baru dua kali melakukan pembahasan di panitia kerja dan rapat kerja, DPR resmi mengetok palu mengesahkan RUU KPK menjadi UU pada rapat paripurna ke-9 Masa Persidangan I 2019-2020, Selasa (17/9). 

Indonesia Corruption Watch meminta masyarakat mengawal proses uji materi hasil revisi UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Uji materi itu akan digelar di Mahkamah Konstitusi dalam waktu dekat.

"Ini perangnya belum berakhir. Kita harus mengawasi setidaknya proses judicial review yang sebentar lagi akan dimulai di MK," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta, Rabu.

ICW dan sejumlah elemen masyarakat berencana untuk mengajukan uji materi hasil revisi UU KPK di MK. Ia mengatakan materi yang akan diuji terkait beberapa pasal krusial yang termuat dalam revisi UU KPK.

Di antaranya keberadaan dewan pengawas, izin penyadapan, serta wewenang menerbitkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3). Pasal-pasal tersebut dinilai berpotensi untuk melemahkan lembaga anti rasuah itu.

Menurut dia, uji materi di MK akan berlangsung menarik, karena dalam kesempatan itu pemerintah dan DPR akan secara terbuka menjelaskan kepada publik tentang alasan di balik dilakukannya revisi terhadap UU KPK.

"Kita akan mendengarkan penjelasan logis dari DPR dan pemerintah kenapa harus terus menerus menaikkan isu revisi UU KPK," ucap dia.

Lebih lanjut Kurnia mengatakan bahwa DPR dan pemerintah seharusnya malu dengan dilakukannya uji materi UU KPK di MK. Adanya uji materi tersebut, kata dia, membuktikan bahwa produk legislasi yang ditelurkan oleh DPR dan pemerintah tidak berkualitas.

"Harusnya kan buat undang-undang berkualitas sehingga tidak ada yang mempersoalkan ke MK. Pemerintah dan DPR harusnya malu karena produk legislasinya justru dipersoalkan secara konstitusional di MK," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement