REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sumatra Barat melanjutkan aksi demonstrasi pada hari ke-2 menuntut penyelesaian masalah kebakaran hutan dan lahan. Aksi diwarnai dengan pemabakaran ban bekas di halaman kantor gubernur di Padang, Sumatra Barat, Rabu (18/9).
Aksi bakar ban itu dilakukan karena mahasiswa merasa kesal tidak bisa bertemu langsung dengan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno guna menyampaikan aspirasi mereka sebagai warga. "Kami sebagai warga Sumbar ingin bertemu dengan pimpinan kami secara langsung untuk menyampaikan aspirasi. Kenapa gubernur tidak mau keluar bertemu dengan kami?" kata juru bicara mahasiswa yang juga Presiden BEM UNP, Indra Kurniawan, di sela-sela aksi.
Bahkan, mahasiswa merangsek masuk ke dalam kantor gubernur untuk mencari orang nomor satu di pemprov itu diruangannya di lantai dua. Namun, gubernur ternyata tidak berada di tempat.
Kendati demikian, mereka sempat mengibarkan sejumlah spanduk tuntutan di dinding lantai dua. Indra menyebut, mahasiswa telah dijanjikan untuk bertemu gubernur pukul 13.00 WIB hari Rabu ini.
Namun hingga pukul 16.00 WIB, gubernur tetap tidak mau bertemu mahasiswa. "Gubernur hanya mau bertemu dengan lima orang perwakilan mahasiswa. Tapi kami datang bersama dan semua ingin bertemu," ujarnya.
Tuntutan mahasiswa pada hari kedua masih tetap sama, yaitu pengobatan gratis untuk korban kabut asap, gubernur turun tangan membantu menyelesaikan persoalan kabut asap yang sudah meresahkan masyarakat. Gubernur diminta tegas meminta Pemprov Riau segera mencari solusi agar kejadian itu tidak terus terjadi secara berulang, serta pro aktif mendorong penegakan hukum terhadap oknum dan korporasi yang menyulut kebakaran hutan dan lahan.
Kepala Biro Humas Pemprov Sumbar Jasman mengatakan gubernur sebenarnya telah menyediakan waktu untuk beraudiensi dengan perwakilan mahasiswa pada pukul 13.00 WIB. Namun, mahasiswa menolak dan menuntut gubernur untuk menemui seluruh mahasiswa yang datang di halaman kantor gubernur.
"Gubernur menghargai mahasiswa yang menyampaikan pendapat dan bersedia bertemu dengan perwakilan. Namun, ditolak. Gubernur juga punya acara yang padat sehingga tidak bisa menyediakan waktu hingga sore," katanya.