REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menjelaskan, pemilihan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan wewenang penuh dari presiden. Ini dilakukan agar mempercepat pembentukan Dewan Pengawas KPK.
"Untuk pertama kali ini dia ditunjuk sepenuhnya oleh Presiden, supaya cepat. Karena transisinya (KPK ke periode selanjutnya) tinggal beberapa waktu lagi," ujar Yasonna di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (18/9).
Yasonna menjelaskan, pemilihan Dewan Pengawas KPK yang pertama akan dipilih langsung oleh Presiden Joko Widodo. Dengan begitu, Dewan Pengawas dapat terbentuk terlebih dahulu sebelum pelantikan pimpinan KPK yang baru.
Panitia seleksi (pansel) Dewan Pengawas KPK akan dibentuk jika waktu yang tersedia cukup. Namun, Yasonna menegaskan bahwa hal tersebut sepenuhnya berada di tangan Presiden.
"Nanti pada periode berikutnya tetap sepenuhnya kewenangan Presiden menunjuk yang lima (orang Dewas KPK) itu, tetapi lewat mekanisme pansel, setelah ada hasil Pansel, Presiden mengkonsultasikan langsung ke DPR," ujar Yasonna.
Nantinya, Dewan Pengawas akan setingkat dengan Komisioner KPK. Selain itu, DPR tidak dapat memilih orang-orang untuk mengisi posisi tersebut.
Diketahui, DPR dan pemerintah telah menyepakati seluruh poin revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Salah satu poin yang disepakati, yakni terkait pemilihan lima anggota Dewan Pengawas KPK diserahkan oleh Presiden.
Anggota Baleg dari Fraksi Nasdem Taufiqulhadi menjelaskan, dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) draf RUU KPK, DPR mengusulkan ketua dan anggota Dewan Pengawas dipilih oleh DPR berdasarkan calon yang diusulkan presiden.
Namun, hal itu tidak disetujui oleh pemerintan, yang ingin kewenangan memilih Dewan Pengawas mutlak di tangan Presiden melalui pembentukan Pansel.
DPR akhirnya menyetujui usul pemerintah, agar tidak terjadinya tarik menarik kepentingan politik antar-fraksi dalam memilih Dewan Pengawas KPK. "Sekaligus juga untuk menyanggah bahwa pendapat ada kepentingan DPR dalam memilih Dewan Pengawas," ujar Taufiqulhadi.