Rabu 18 Sep 2019 15:10 WIB

Koalisi Masyarakat Sipil Siapkan Langkah Uji Formal UU KPK

Jumlah anggota DPR yang hadir saat pengesahan Revisi UU KPK tak mencapai kuorum.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Univ Andalas Feri Amsari memberikan paparan dalam diskusi di Jakarta, Ahad (5/3).
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Univ Andalas Feri Amsari memberikan paparan dalam diskusi di Jakarta, Ahad (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat antikorupsi yang juga Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari berencana mengujiformil Undang-Undang tentang Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan KPK (KPK). 

Feri mengungkapkan, ia bersama koalisi masyarakat sipil lainnya tengah menyiapkan langkah-langkah untuk uji formal maupun uji materi UU yang baru disahkan Selasa (17/9) kemarin itu.

Baca Juga

"Kita mau uji formal dulu kita akan diskusikan apa langkah-langkahnya, apakah ke PTUN dulu atau langsung ke MK uji formil lalu baru siap-siap uji materi setelah UU resmi diundangkan," ujar Feri saat dihubungi wartawan, Rabu (18/9).

Feri menerangkan, alasan pihaknya terlebih dahulu mengajukan uji formal lantaran ada kesalahan prosedur dalam pengesahan UU KPK tersebut. Kesalahan prosedur pertama karena membahas Revisi UU yang tidak dalam program legislasi nasional (prolegnas) DPR 2019 sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan dan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014.

"Itu satu, bermasalah secara prosedur," ujar Feri.

Kedua, Feri melanjutkan, jumlah anggota DPR yang hadir dalam pengesahan UU KPK, Selasa (17/9) tidak memenuhi jumlah untuk kuorum. Jumlah anggota yang hadir dan dihitung secara manual, hanya sekitar 102 anggota yang hadir.

Padahal, Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, pimpinan DPR dalam memimpin Rapat Paripurna wajib memperhatikan kuorum rapat. Rapat paripurna dinyatakan kuorum apabila dihadiri lebih dari separuh jumlah total anggota DPR yang terdiri dari atas lebih dari separuh unsur fraksi.

"Oleh karena itu pembentukan UU mengabaikan aturan yang sudah ditentukan di dalam undang-undang dan peraturan DPR itu sendiri karena jika secara cacat formal ini tidak diuji formal ke MK nanti akan ada masalah bahwa UU itu mengabaikan terhadap formalitas pembentukannya," ujar Feri.

Ia juga meyakini uji formal UU KPK berpeluang untuk dibatalkan lantaran tidak mengikuti prosedur yang berlaku.

"Ya semuanya cacat formal itu kan ada istilah batal demi hukum ya atau batal dengan sendirinya," kata Feri.

Selasa (17/9) kemarin, DPR dan Pemerintah mengesahkan Undang-undang tentang perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengesahan UU KPK tersebut dilakukan DPR dan Pemerintah di tengah gelombang penolakan banyak pihak.

Alih-alih menyerap aspirasi pihak tersebut, DPR dan Pemerintah mampu menyelesaikan UU yang tidak masuk dalam prolegnas prioritas 2019 tersebut dalam waktu kurang dari dua pekan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement