REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membutuhkan dukungan dari semua pihak untuk kolaborasi antara pemerintah dan daerah mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan, instansi pemerintah tidak dapat mengatasi masalah karhutla sendirian, solusinya butuh sinergi semua pihak.
"Karhutla adalah ancaman permanen, maka solusinya juga harus permanen" kata Doni seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika,co.id, Rabu (18/9).
Salah satunya, dia melanjutkan, yaitu sinergi pentahelix, yakni pemerintah, masyarakat, dunia usaha, media, dan akademisi. Fakta di lapangan, pemerintah daerah yang dapat menjadi ujung tombak dalam pemadaman api sebelum membesar.
Selain itu, pola pencegahan lainnya adalah mengetatkan perolehan izin lingkungan, kewenangan yang dimiliki bupati atau kepala daerah. Di samping itu pemimpin daerah juga wajib melakukan pengawasan, memberikan sanksi atau tindakan administratif bagi yang melanggar.
"Tidak semua permasalahan pemadaman diserahkan ke pemerintah pusat. Jika Kepala Daerahnya dapat menjadi contoh, elemen dibawahnya pasti juga mengikuti," katanya.
Ia menyontohkan pemimpin daerah yang peduli dengan lingkungannya adalah Gubernur Jawa Tengah. Saat kebakaran hutan di Gunung Merbabu, Gubernur Jawa Tengah mau turun tangan ke lapangan.
"Hal ini yang menjadi contoh, untuk aparat terkait dan masyarakat mau ikut berperan aktif memadamkan api" ujar Doni.
Ia menyebutkan, motif dari pembakar hutan adalah Land Clearing, karena lebih murah dan 99 persen karhutla akibat ulah manusia. Fenomena alam el nino lemah juga yang menyebabkan kemarau panjang sehingga curah hujan sedikit dan api sulit dipadamkan.
"Berdasarkan data yang saya kumpulkan semenjak 6 bulan dilantik. Karhutla disebabkan oleh manusia, 80 persen lahan terbakar berubah menjadi lahan perkebunan," ujarnya.
Ia menjelaskan, Indonesia memiliki 14,3 juta hektare perkebunan kelapa sawit. Doni juga memberikan solusi kedepannya, tidak hanya kelapa sawit yang dapat menguntungkan, tetapi fakta sejarah mencatat hasil rempah-rempah Indonesia lainnya juga menghasilkan. Sejarah mencatat VOC Belanda, menghasilkan 7,9 triliun dolar AS.
Salah satunya pohon yang dapat menghasilkan uang lebih banyak seperti pohon Nilam dan Masoya, yang bernilai lebih sebagai bahan dasar parfum merk terkenal.
"Pembakar hutan adalah kejahatan yang luar biasa. Tantangan kedepannya adalah mengubah perilaku masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar," katanya.
Selain itu, ia menyebutkan penegakkan hukum terhadap pembakar. Adanya kelapa sawit ilegal ditengah hutan lindung yang diutarakan Kordinator Jakalahari. Pemerintah dan DPR harus bekerjasama mendukung untuk menindak tegas mafia yang menanam pohon sawit ilegal tersebut. Polri mencatat sudah ada 196 kasus, dengan 218 tersangka perorangan, dan lima korporasi tersangka di tahun 2019.