Selasa 17 Sep 2019 22:00 WIB

Kemenkes Harap Cukai Rokok Naik Bisa Turunkan Perokok

Cukai rokok naik per 1 Januari 2020.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Dwi Murdaningsih
Pedagang menunjukan bungkus rokok bercukai di pasar Minggu, Jakarta, Ahad (15/9).
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang menunjukan bungkus rokok bercukai di pasar Minggu, Jakarta, Ahad (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengapreasiasi naiknya tarif cukai rokok di Tanah Air yaitu 23 persen dan 35 persen untuk harga jual eceran per 1 Januari 2020 mendatang. Kemenkes berharap naiknya cukai rokok ini bisa menurunkan jumlah perokok.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Anung Sugihantono mengapresiasi upaya-upaya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang memutuskan cukai rokok tetap naik meski di bawah tekanan produsen. "Tujuan kenaikan cukai rokok salah satunya untuk mengurangi proporsi perokok pemula. Memang tidak mudah tetapi kami dukung," ujarnya saat kedia briefing terkait dengan kenaikan tarif bea dan cukai rokok, di Kemenkes, di Jakarta, Selasa (17/9).

Baca Juga

Ia menyebutkan, beberapa penyakit diakibatkan oleh rokok, baik langsung maupun tidak langsung diantaranya stroke, diabetes, maupun balita bertubuh pendek (stunting). Bahkan, ia menyebutkan pembiayaan kesehatan untuk penyakit yang juga akibat rokok lainnya seperti peradangan paru (penyakit paru obstruktif kronis /PPOK) sebanyak Rp 5,9 triliun. Padahal , ia menyebutkan 87 persen masyarakat sudah jadi peserta JKN-KIS dan ini ikut membebani pembiayaan JKN-KIS.

"Dengan naiknya cukai rokok hingga 35 persen,  kami berharap konsumsi rokok menurun, utamanya perokok pemula dan dampak buruk rokok untuk kesehatan juga bisa ditekan. Efeknya pembiayaan kesehatan akibat rokok yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan juga turun," katanya.

Dia mengutip berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi perokok pemula sebesar 7,2 persen  meningkat menjadi 9,1 persen pada Riskesdas 2018. Harga rokok yang naik, diakuinya membuat akses mudahnya mendapatkan rokok berkurang.

"Kenaikan cukai dan harga eceran bukan satu-satunya faktor menurunkan prevalensi merokok tetapi secara teoritis empiris akan mengurangi belanja seseorang terhadap rokok. Ini yang harus dijaga," ujarnya.

Tak hanya menyambut baik menaikkan cukai rokok, pihaknya juga mengaku terus melakukan edukasi bahaya dan kerugian rokok lewat media-media. Kemudian, pihaknya melakukan pengawasan kebijakan umum masalah ini termasuk kawasan tanpa rokok (KTR). Pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengatur masalah KTR di sekolah yang areanya diperluas hingga wilayah-wilayah warung dekat sekolah atau baliho rokok dekat sekolah.

"Kami mendorong supaya mereka paham," ujarnya.

Terakhir; Kemenkes mengusulkan klausul seperti ketentuan gambar peringatan kesehatan atau pictorial health warning (PHW) hingga iklan rokok di tengah-tengah upaya perubahan peraturan pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2012. Disinggung mengenai kemungkinan perokok tembakau beralih ke rokok elektrik (vape), Anung angkat bicara.

Ia mengakui, masalah vape belum dibahas di aturan-aturan termasuk PP nomor 109 tahun 2012. Karena itu, pihaknya meminta pemangku kepentingan terkait juga memasukkan ketentuan mengenai vape di revisi aturan ini seiring dengan perkembangan teknologi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement