Selasa 17 Sep 2019 19:27 WIB

Kementerian PPPA Dorong Kota Semarang Capai KLA Utama

Selama ini, Kota Semarang sudah mewujudkan sekolah yang ramah untuk anak.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi (dua dari kanan) bersama Asisten Deputi (Asdep) Pemenuhan Hak Anak Atas Pendidikan, Kreativitas dan Budaya, Kementeria PPPA, Dra Elvi Hendriani (paling kanan), menyambangi siswa Agen Perubahan, saat mengunjungi Sekolah Ramah Anak SMPN 33 Semarang.
Foto: Bowo Pribadi.
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi (dua dari kanan) bersama Asisten Deputi (Asdep) Pemenuhan Hak Anak Atas Pendidikan, Kreativitas dan Budaya, Kementeria PPPA, Dra Elvi Hendriani (paling kanan), menyambangi siswa Agen Perubahan, saat mengunjungi Sekolah Ramah Anak SMPN 33 Semarang.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendorong Kota Semarang, Jawa Tengah, untuk bisa meraih predikat Utama guna mewujudkan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah ini sebagai Kota Layak Anak (KLA). Salah satunya dilakukan melalui supervisi oleh tim ahli Kementerian PPPA atas pelaksanaan klaster- klaster yang menjadi indikator yang menjadi persyaratan pemenuhan KLA yang ada di Kota Semarang.

Hal ini terungkap dari kunjungan Asisten Deputi (Asdep) Pemenuhan Hak Anak Atas Pendidikan, Kreativitas, dan Budaya, Dra Elvi Hendriani, ke SMPN 33 Semarang atau sekolah role model Sekolah Ramah Anak, di Kota Semarang.

Menurut Elvi, Kota Semarang yang saat ini menyandang predikat Kota Layak Anak Nindya sebenarnya sudah sangat dekat dengan predikat KLA Utama. Dengan menyandang predikat Nindya, artinya tim ahli sudah melihat bahwa Kota Semarang patut untuk mendapatkannya.

Kota yang menyandang predikat KLA sejauh ini memang belum ada dan yang ada, masih predikat KLA Utama atau lebih dekat serta dalam proses untuk menjadi KLA. Karena KLA itu benar- benar sudah memenuhi 24 indikator secara penuh.

Untuk Kota Semarang, lanjut Elvi, KLA Nindya itu sudah tinggi. Namun ia menyampaikan kepada wali kota Semarang bahwa untuk Nindya itu salah satu penanda yang sudah disepakati oleh tim ahli adalah ada 50 persen sekolah ramah anak di Kota Semarang, selama dua tahun.

Mengapa 50 persen, karena itu akan menunjukkan komitmen bagaimana Kota Semarang untuk melindungi dari sepertiga hidup anak. “Bagaimana mau disebut Nindya kalau kalau komitmen melindungi sepertiga hidup anak yang diwujudkan dengan sekolah ramah anak, tidak ada,” lanjutnya.

Sekarang kota dengan predikat utama sudah bertambah satu, Kota Makassar atau yang terbaru setelah Solo, Subabaya, dan Makassar. Maka ia juga berharap Kota Semarang menjadi kota berikutnya yang berpredikat KLA Utama.

Karena Kota Semarang ini sebenarnya sudah sangat dekat dengan predikat Utama. Namun masih ada beberapa hal yang masih menghambat. “Sehingga kami ingin tahun depan Kota Semarang sudah bisa didorong oleh semua pihak untuk menjadi predikat KLA Utama,” tambahnya.

Perihal ini diamini oleh Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi yang ikut mendampingi kunjungan Elvi Hendriani di sekolah ramah anak, SMPN 33 Semarang. Mestinya, Kota Semarang kemarin bisa masuk kategori KLA Utama.

Tapi ada indikator yang dianggap belum terpenuhi. “Maka saya perlu masukan, apa yang harus dibenahi dan harus diselesaikan,” ungkapnya.

Catatan yang utama, lanjut wali kota, ternyata sekolah yang mendeklarasikan ramah anak belum diperwalkan. Menurutnya, ini hanya persoalan administrasi saja.  Jadi memang masih ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh Kota Semarang untuk bisa mencapai predikat KLA Utama.

Salah satunya adalah syarat memiliki 50 persen sekolah ramah anak. Terkait hal ini, orang nomor satu di Kota Semarang tersebut telah mengevaluasi dan salah satu hal yang harus segera diwujudkan adalah menerbitkan peraturan wali kota (perwal) mengenai sekolah layak anak.

Menurut Hendi, panggilan akrab Hendrar Prihadi, selama ini Kota Semarang sudah mewujudkan sekolah yang ramah untuk anak. Bahkan ini dilakukan melalui proses yang panjang.

Guna mewujudkan sekolah sebagai rumah kedua, hampir semua SD, SMP, dan SMA sudah diinstruksikan. “Kalau sesuai dengan keinginan dari kementerian harus ada peraturan wali kota (perwal), kami akan segera lakukan,” jelasnya.

Sehingga, kata wali kota,  untuk memenuhi lebih dari 50 persen pun segera bisa kita laksanakan, bahkan 100 persen. Karena kuncinya adalah dibuatkan perwal atau aturan yang kemudian membuat sekolah itu mampu mewujudkan sekolah ramah anak. “Tapi kalau hariannya semua kepala sekolah di Kota Semarang sudah melakukannya,” tambah Hendi.

Ia juga mengungkapkan, salah satu model yang pas salah satunya di SMPN 33 Semarang ini. Sekolahnya adem, gurunya juga tidak boleh mencemooh tapi boleh menegur, kemudian anak-anaknya diberikan fungsi sebagai alat control melalui siswa agen perubahan dan mereka saling mengingatkan.

“Termasuk bagaiman mengelola lingkungan pendidikan ini dengan baik. Ini bagian dari role model yang nantinya bisa ditiru oleh sekolah- sekolah lain,”  kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement