REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menilai ancaman pencopotan terhadap Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) hingga Kapolda dan Kapolsek yang tak mampu menangani kebakaran hutan dan lahan tak bisa dilakukan secara tiba-tiba. Menurutnya, penggantian pimpinan tak bisa dilakukan di saat masa kritis dibutuhkan penanganan dan pengendalian karhutla.
“Saya mantan panglima, saya tahu bagaimana menghadapi titik-titik kritis itu. Titik-titik kritis itu tidak boleh ada pergantian yang tiba-tiba karena diperlukan pengendalian. Kecuali kalau ada kejadian istimewa atau luar biasa, no way,” jelas Moeldoko di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (17/9).
Namun, setelah masa kritis penanganan karhutla sudah berakhir, maka dapat dilakukan evaluasi terkait penanganan dan pemadaman karhutla oleh Kapolda hingga Kapolsek.
“Tapi nanti setelah titik kritis ini dilewati, akan ada evaluasi. Jadi saya pikir ini titik kritis yang perlu ada penanganan, semua orang berkonsentrasi, setelah itu baru dievaluasi,” kata Moeldoko.
Lebih lanjut, Moeldoko menyampaikan Presiden terus menerus memantau penanganan karhutla baik di Sumatera maupun di Kalimantan. Dengan kunjungan kerjanya ke Pekanbaru, Riau pada hari ini, Presiden ingin menunjukan keseriusan pemerintah dalam mengatasi karhutla.
“Itu ditunjukkan agar yang di bawah bekerja keras, pemerintah daerah harus bekerja keras. Jangan semuanya dilemparkan ke pemerintah pusat walaupun saya tahu pemerintah daerah sudah bekerja keras, tapi harus bekerja keras lagi karena presiden yang sibuknya luar biasa mau duduk di situ,” ungkapnya.
Sebelumnya, dalam kunjungannya ke Pekanbaru, Presiden menginstruksikan aparat hukum agar menindak tegas para pelaku pembakaran hutan dan lahan. Presiden juga kembali menegaskan akan mencopot Pangdam, Kapolda hingga Kapolsek yang tak mampu menangkap para pelaku dan gagal mengatasi karhutla di berbagai daerah.