Senin 16 Sep 2019 16:12 WIB

Mantan Bos-Bos KPK Bersatu Sikapi Revisi UU KPK

Ruki mengimbau agar pembahasan revisi RUU KPK dilakukan tidak tergesa-gesa.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan pimpinan KPK, Taufiqurrahman Ruki (kedua kanan) dan Erry Riyana Hardjapamekas (kiri) memberikan keterangan terkait polemik revisi UU KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Foto: Antara/Reno Esnir
Mantan pimpinan KPK, Taufiqurrahman Ruki (kedua kanan) dan Erry Riyana Hardjapamekas (kiri) memberikan keterangan terkait polemik revisi UU KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senior-senior KPK 'turun gunung'. Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Taufiqurrahman Ruki, berharap DPR dengan pemerintah tidak terburu-buru membahas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK).

Para elite politik diminta untuk memperbanyak menyerap aspirasi dari berbagai pihak dalam melakukan revisi UU KPK.

Baca Juga

"Mudah-mudahan presiden dan para menteri yang terlibat dalam perumusan revisi UU KPK, serta para anggota DPR yang terlibat dalam pansus mendengar. Kami para senior berharap pembahasan itu jangan terburu-buru, perbanyak menyerap aspirasi," ujar Ruki dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/9).

Ia mengatakan, pembahasan tak perlu tergesa-gesa karena seingatnya, sejak 2017 hingga saat ini belum ada pembicaraan mengenai revisi UU KPK dengan intens. Pembicaraan tentang apa saja dan bagaimana mengubah UU KPK itu tidak dilakukan dengan berbagai alasan.

"Terus terang kami sendiri pun belum tahu mana yang mau diubah dan seperti apa perubahannya. Kita tahu tentang SP3, Dewan Pengawas, SDM, tentang penyidik, penyadapan," jelasnya.

Namun, hanya itu yang ia ketahui.  Adapun seperti apa perubahan yang akan dirumuskan dalam kalimat belum diketahui. Menurut dia, hal tersebut penting untuk diketahui karena kalimat itulah yang akan menjadi norma hukum.

"Kita belum tahu. Saya pribadi berpendapat kok tertutup sekali dan tergesa-gesa. Jangan kita menyesal nanti akibat dari ketergesaan dan ketertutupan ini," kata dia.

Sementara itu, mantan komisioner KPK Chandra M Hamzah pun menyuarakan hal yang tak jauh berbeda dengan Ruki. Hamzah meminta DPR bersama pemerintah tidak terburu-buru dalam mengesahkan revisi UU KPK. Jika terburu-buru disahkan, maka akan memunculkan potensi yang dapat merugikan di kemudian hari.

"Pembahasan yang mengenai tugas yang menurut kami penting ini jangan terburu-buru. Karena berpontesi memuncukan hal yang tidak baik," kata Hamzah.

Ia juga menilai, pembahasan revisi UU KPK berlu dibahas dengan tenang dan objektif. Itu semua demi pemberantasan tindak pidana korupsi dan juga kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Ia mengatakan, tidak ada negara maju yang tingkat korupsinya tinggi.

Mantan komisoner KPK lainnya, Erry Riyana Hardjapamekas, menyebutkan, para mantan pimpinan KPK siap untuk diajak berdiskusi sebagai narasumber terkait UU KPK yang hendak direvisi. Mereka akan siap kapan pun dibutuhkan.

"Kami tetap mengimbau pimpinan yang sekarang tetap ditemui. Kalau memang kami layak dianggap narasumber kami juga siap kapan saja dipanggil presiden dan kami sudah merumuskan apa yang ada dipikiran kami," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement