Senin 16 Sep 2019 06:27 WIB

Hujan Buatan Dioptimalkan

Sekolah kembali diliburkan akibat kabut asap.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Muhammad Subarkah
Kru helikopter MI-18Mtv-1 milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengamati kepulan Asap yang membubung tinggi dari lahan yang terbakar di Pulu Beruang, Tulung Selapan, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Kamis (13/9). BPBD Provinsi Sumatera Selatan masih berupaya melakukan pemadaman kebakaran yang terjadi sejak Rabu (12/9).
Foto: Nova Wahyudi/Antara
Kru helikopter MI-18Mtv-1 milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengamati kepulan Asap yang membubung tinggi dari lahan yang terbakar di Pulu Beruang, Tulung Selapan, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Kamis (13/9). BPBD Provinsi Sumatera Selatan masih berupaya melakukan pemadaman kebakaran yang terjadi sejak Rabu (12/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menambah kekuatan udara untuk mengatasi kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau. Teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk membuat hujan buatan bakal dioptimalkan.

Plt Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo mengatakan, pemerintah menyiagakan tiga pesawat untuk menerapkan TMC. Kata Agus, salah satu pesawat, yakni Cassa 212-200 dengan kapasitas satu ton bahkan sudah beroperasi di Riau sejak 26 Februari 2019. Pemerintah juga menambah satu pesawat CN 295 dengan kapasitas 2,4 ton.

Saat pesawat CN 295 terbang sampai di awan yang potensial hujan, kata dia, petugas membuka keran dan garam akan keluar melalui pipa untuk menaburi awan dengan garam. Bahan semai garam NaCl akan mengikat butiran-butiran air dalam awan, kemudian menggumpal menjadi berat dan akhirnya jatuh menjadi hujan.

"Itu sudah berada di Pekanbaru dan satu Hercules dengan kapasitas lima ton direncanakan datang di Pekanbaru pada Senin (15/9)," kata Agus saat dihubungi, Ahad (15/9).

Ia menambahkan, operasi TMC sangat tergantung dengan keberadaan awan potensial hujan yang secara rutin diprakirakan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Seluruh pesawat saat ini dalam kondisi siaga. "Jika terdapat potensi awan maka akan segera terbang untuk menyemai awan agar menjadi hujan," ujar dia.

BMK, lanjut Agus, memperkirakan, pertumbuhan awan berasal dari arah utara. Sehingga, saat ini, sebagian wilayah Indonesia di sebelah utara, seperti Aceh dan Sumatra Utara sudah mulai hujan.

"Pada hari ini (kemarin—Red) terdapat potensi awan sedang di wilayah Riau dan tim masih menunggu sampai pertumbuhan awan potensial cukup banyak dan kemudian dilakukan operasi TMC," kata Agus.

BMKG dalam konferensi pers Sabtu (14/9) menyebutkan musim kemarau di wilayah Riau masih akan terjadi sampai pertengahan Oktober 2019. Sedangkan, di wilayah lain ada yang berakhir pada akhir Oktober atau Awal November 2019. Ini berarti kemungkinan kebakaran hutan dan lahan masih akan terjadi sampai akhir Oktober 2019.

Kemarin pagi terdeteksi 27 titik api kategori tinggi di Riau. Secara umum, Kota Pekanbaru masih diselimuti asap tipis dengan jarak pandang mencapai satu kilometer (km) ada pukul 07.00 WIB dan pada pukul 10.00 WIB masih berasap dengan jarak pandang 2,2 km.

Selain menambah kekuatan udara, BNPB menyiagakan 5.809 personel untuk menanggulangi karhutla di Riau. Personel tersebut berasal dari berabagai instansi, antara lain, dari Korem 031/WB, 117 Polda Riau, BPBD, Polisi Kehutanan, Manggala Agni, hingga Mabes TNI.

Kabut asap sampai saat ini masih menyelimuti berbagai daerah. Selain Riau, daerah lain yang mengalami musibah serupa salah satunya adalah Pontianak, Kalimantan Barat.

Pemerintah Kota Pontianak terpaksa memperpanjang libur sekolah tingkat PAUD hingga SMP sebagai dampak semakin tebalnya kabut asap. Plt Diknasbud Kota Pontianak Syahdan Lazis mengatakan, sekolah akan diliburkan hingga Selasa (17/9).

"Namun, guru atau tenaga pendidik tetap masuk seperti biasa dan meminta kepala sekolah melaporkan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak, apabila menemukan PNS dan non-PNS di lingkungannya yang tidak masuk kerja tanpa keterangan yang jelas," katanya.

Kabut asap juga mengganggu penerbangan di Bandara Internasional Supadio Pontianak. Ada 15 penerbangan baik kedatangan maupun keberangkatan di bandara itu yang tertunda keberangkatannya hingga terpaksa dibatalkan.

"Jarak pandang naik turun di kisaran 450 meter-550 meter. Sedangkan, minimal jarak pandang harus 1.000 meter," ujar OIC Bandara Internasional Supadio Pontianak, Didi, di Pontianak, Ahad (15/9).

Ia menyebutkan, dari 15 penerbangan yang terganggu, ada delapan penerbangan dengan status tertunda keberangkatannya, dua penerbangan dibatalkan, empat penerbangan untuk kedatangan harus lakukan pengalihan ke bandara terdekat, dan satu penerbangan kedatangan harus kembali ke bandara asal.

Didi menjelaskan, kondisi asap yang pekat diperparah dengan kecepatan angin yang rendah, yakni hanya lima knot. "Kalau kecepatan angin tinggi, bisa saja kabut asap bisa cepat hilang atau jarak pandang normal," papar dia.

Saat ini, kata dia, pihak bandara juga sudah melakukan langkah pelayanan terkait kabut asap, yakni dengan pembagian masker kepada penumpang. Sebab, asap juga sudah dirasakan di dalam ruang tunggu. "Bahkan, kami sudah membuka juga ruang tunggu karena ada penumpukan penumpang di bandara. Semoga, segara kembali pulih," harap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement