REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Memasuki pertengahan September 2019, hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Indramayu, Cirebon, dan Majalengka masih berpotensi mengalami kekeringan ekstrem. Kewaspadaan terhadap kondisi itupun harus dilakukan.
‘’Daerah yang berpotensi kekeringan ekstrem karena tidak ada hujan berturut-turut lebih dari 60 hari,’’ ujar Forecaster Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi, Kertajati, Kabupaten Majalengka, Ahmad Faa Izyn, Kamis (12/9).
Selain Indramayu, Cirebon dan Majalengka, kondisi serupa juga berpotensi terjadi di hampir seluruh kecamatan di Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Sumedang dan Sukabumi. Selain itu, potensi yang sama juga terjadi di sejumlah daerah di Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Bandung, Pangandaran dan Bogor.
Faiz menambahkan, tak hanya berpotensi mengalami kekeringan ekstrim, dua wilayah kecamatan di Kabupaten Indramayu juga mengalami Hari Tanpa Hujan Terpanjang (HTH) selama 146 hari. Yakni, Kecamatan Haurgeulis dan Kroya. Adapula Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, yang mengalami HTH 136 hari.
Menurut Faiz, distribusi curah hujan dasarian I September 2019 umumnya wilayah Jawa Barat tidak mengalami hujan atau masuk dalam kategori rendah (0 - 10 mm/das). Hanya ada sejumlah wilayah yang mengalami hujan rendah (10-50 mm/das) yaitu Bogor tengah, Cianjur utara, Bandung Barat bagian utara.
Saat ini, Wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan) masih memasuki puncak musim kemarau. Diprakirakan kondisi itu akan terus berlangsung hingga akhir September.
''Menghadapi musim kemarau ini, masyarakat diimbau untuk waspada terhadap potensi bahaya kekeringan akibat semakin berkurangnya ketersediaan air di sumber-sumber air, krisis air bersih, meningkatnya potensi gagal panen dan kenaikan harga komoditas pertanian,'' tandas Faiz.