REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis paru menyebut masyarakat yang terdampak asap kebakaran hutan dan lahan perlu shelter. Itu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan yang ditimbulkan dari buruknya kualitas udara.
"Dicarikan shelter-shelter yang jauh, di mana kadar polusi lebih sedikit. Sudah mulai dipikirkanlah oleh pemerintah," kata Ketua Pokja Paru Kerja dan Lingkungan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Feni Fitriani Sp.P(K) saat dihubungi di Jakarta, Jumat (13/9).
Selain itu, menurut dia, shelter juga bisa berfungsi sebagai tempat untuk pertolongan pertama pada masyarakat terdampak atau kelompok rentan yang menyediakan peralatan tim kesehatan lengkap.
Feni memaparkan, kondisi kualitas udara yang sangat buruk akibat asap kebakaran hutan dan lahan sangat berisiko menjadi gangguan penyakit bagi kelompok rentan.
Orang-orang yang lebih berisiko mengalami gangguan kesehatan akibat asap karhutla ialah anak-anak, lansia, orang dengan penyakit asma, penyakit paru, penyakit jantung, dan orang dengan sesak napas akibat merokok.
Kondisi udara di sejumlah wilayah Indonesia semakin memburuk akibat asap kebakaran hutan dan lahan sehingga mengganggu kesehatan masyarakat. Sebanyak empat siswi SMAN 1 Kota Dumai Provinsi Riau, Selasa (10/9) terpaksa dirawat di rumah sakit karena mengalami lemas, pusing, dan nyaris pingsan saat jam pelajaran yang diduga akibat menghirup asap karhutla yang mencemari udara.
Dokter Feni menyebut kondisi lemas hingga pingsan akibat menghirup asap karhutla dikarenakan gas karbondioksida yang terlampau banyak terhirup oleh tubuh. Karbondioksida mengikat keping darah sehingga darah kekurangan oksigen yang membuat tubuh menjadi lemas hingga pingsan.
Dia menyarankan agar masyarakat membatasi akvitias fisik di luar rumah agar tidak terlalu lama terpapar udara buruk dari asap karhutla.