Sabtu 14 Sep 2019 07:37 WIB

Anies Ancam Tutup Pabrik ‘Nakal’

Pemprov akan manfaatkan gas metana sebagai sumber tenaga listrik.

Rep: Flori Sidebang/Antara/ Red: Bilal Ramadhan
Anies Baswedan
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Anies Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengancam akan memberi sanksi, bahkan hingga penutupan bagi pabrik yang kualitas asapnya melebihi ambang batas baku mutu yang ditetapkan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Anies mengatakan, salah satu bagian dari Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019, semua kegiatan yang menyisakan asap itu harus ada ukurannya dan ukurannya harus sesuai dengan standar yang ditetapkan lingkungan hidup.

“Bila melanggar, jangan harap melenggang tak diberi sanksi. Pasti akan diberi sanksi. Penutupan pun mungkin dilakukan," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Jumat (13/9).

Hal itu disampaikan Anies menyusul adanya temuan Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta mengenai 25 kegiatan industri rumahan di kawasan Jakarta Utara yang mencemari udara Jakarta yang terdiri dari 23 usaha pembakaran arang dan dua peleburan aluminium. Anies menekankan dalam proses pembuatan arang, pembakarannya tidak boleh melebihi batas normal baku mutu sesuai Kepgub Nomor 670 Tahun 2000 tentang Baku Mutu Emisi Sumber tidak Bergerak di Provinsi DKI Jakarta.

Saat ini, kata Anies, pihaknya sedang memproses penilaian pada cerobong asap semua perusahaan yang ada di Jakarta. "Bukan hanya hari ini, melainkan sejak ada Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 itu, semua diukur. Yang tidak punya alat pengukur harus punya alat pengukur dan yang tidak memiliki ketentuan diberi waktu untuk koreksi bila setelah waktu yang ditetapkan tidak memberi koreksi maka izinnya akan dicabut," kata Anies menegaskan.

Sementara, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menemukan 25 kegiatan industri rumahan di kawasan Jakarta Utara yang mencemari udara Ibu Kota yang terdiri dari 23 usaha pembakaran arang dan dua peleburan aluminium. Lokasi pembakaran arang dan peleburan aluminium terletak di Jalan Inspeksi Cakung Drain, Keluharan Cilincing, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih menyebut, pihaknya kerap mendapat laporan dari warga sekitar terkait adanya kegiatan usaha tersebut. Sebab, mereka melaksanakan aktivitas selama 24 jam nonsetop.

"Hasil analisis didapati parameter NO2 dan H2S melebihi baku mutu. Paparan NO2 dengan kadar lima ppm selama 10 menit pada manusia menyebabkan kesulitan dalam bernapas dan H2S menyebabkan bau yang mengganggu kenyamanan lingkungan," kata Andono.

Berdasarkan hasil kajian itu, kata dia, telah disepakati antara Pemprov DKI dan seluruh pelaku usaha yang ada di sana. Di antaranya mereka berjanji akan menutup kegiatan pada 21 September 2019 mendatang.

"Para pengusaha menyanggupi penghentian kegiatan pembakaran arang dan aluminium dan beralih profesi menjadi penyalur arang dari luar kota," ujar dia.

Selain itu, lanjut dia, mereka juga akan mengurangi jam kerjanya, dari yang semula 24 jam menjadi hanya 12 jam. "Mereka bersedia hanya melakukan pembakaran pukul 18.00 WIB sampai 06.00 WIB," kata dia.

Pengamat lingkungan, Tarsoen Waryono, menyetujui keputusan Anies yang berencana akan memberi sanksi hingga menutup pabrik yang mengeluarkan asap melebihi ambang batas. Ia menilai, keputusan itu merupakan hal yang tepat.

"Artinya, kalau (pabrik mengeluarkan asap) melebihi ambang batas ya tutup saja. Mengapa tidak?" kata Tarsoen.

Ia menyebut, pabrik-pabrik yang memang telah terbukti melanggar aturan tersebut memang seharusnya ditertibkan. Namun, kata dia, perlu tahapan-tahapan dan pendekatan yang sesuai kode etik sebelum menutup sebuah pabrik.

Pertama, sambung Tarsoen, sudah ada bukti yang menunjukkan pabrik mengrluarkan asap melebihi ambang batas yang telah ditentukan. "Kedua, perlakukan (pabrik) dengan beri peringatan satu, dua, dan tiga," ujar dia.

Ketiga, sambungnya, pemerintah memberikan tenggat waktu kepada pabrik untuk memperbaiki sistem kinerja dan asap yang dikeluarkan. Misalnya, memberi waktu selama satu bulan. Jika hal itu tidak juga dipenuhi, langkah terakhir adalah menutup pabrik tersebut.

Tekan Emisi

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berupaya memanfaatkan gas metana (CH4) yang dihasilkan oleh sampah-sampah di daerah setempat sebagai sumber energi listrik guna menekan emisi gas rumah kaca (GRK).

"Pemprov DKI Jakarta berusaha menurunkan emisi GRK melalui pengelolaan sampah," kata Kepala Dinas lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih, Jumat.

Kemudian, pemerintah setempat juga melakuan pengurangan sampah di sumbernya serta pencegahan timbunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang dengan pemanfaatan atau penangkapan gas CH4 yang dihasilkan.

Misalnya, melalui pengurangan sampah di sumber pengolahan sampah intermediate treatment facility (ITF), pemanfaatan gas CH4 sebagai bahan bakar pembangkit listrik, composting, bricketing, reuse, reduce, and recycle (3R), dan sebagainya. Ia menyebutkan, dekomposisi material organik oleh bakteri metanogenik pada timbunan sampah dapat menghasilkan emisi GRK terutama gas CH4 atau metana.

Meskipun jumlah kontribusi GRK yang dihasilkan sampah lebih kecil dibanding sektor energi, dampak CH4 terhadap bumi 21 kali lebih kuat dibandingkan dengan karbon dioksida (CO2). Berbagai upaya tersebut merujuk pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 131 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah (RAD) Penurunan Emisi GRK.

Terkait target penurunan emisi GRK dari pengolahan sampah di TPST Bantargebang, Pemprov DKI Jakarta berupaya pada 2020 hingga 2030 mampu mencapai angka 2.646.547 ton karbon dioksida ekivalen (CO2e). Pemprov DKI Jakarta juga menginventarisasi emisi GRK dalam tiga sektor, yaitu energi, limbah, dan AFOLU (agriculture, forest, and other land use).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement