Jumat 13 Sep 2019 18:09 WIB

Kronologi Ribut di KPK dan Dukungan Polisi Cabut Kain Hitam

Polisi menyebut keributan di KPK hanya kesalahpahaman.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Massa dari Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Relawan Cinta NKRI merusak karangan bunga saat unjuk rasa yang berakhir ricuh di kantor KPK, Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Massa dari Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Relawan Cinta NKRI merusak karangan bunga saat unjuk rasa yang berakhir ricuh di kantor KPK, Jakarta, Jumat (13/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan massa di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat bentrok dengan pegawai KPK dan pihak kepolisian pada Jumat (13/9) sore.

Awalnya, ratusan massa dari Himpunan Aktivis Indonesia dan Aliansi Pemuda Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK. Mereka menggelar demonstrasi lantaran mendukung revisi UU KPK.

Baca Juga

Demonstran meminta lembaga antirasuah agar tidak menjadi antikritik dan mau menerima masukan termasuk revisi UU KPK oleh DPR RI. Selain itu, salah satu orasi yang diteriakan adalah ucapan selamat kepada Firli Bahuri yang terpilih menjadi Ketua KPK.  "Selamat untuk Irjen Firli dan capim KPK yang baru yang sudah terpilih," teriak salah satu orator.

Dalam melakukan aksinya, meskipun terus berorasi massa juga terus berusaha masuk ke dalam Gedung KPK untuk mencopot kain hitam yang menutupi logo KPK sejak Ahad (8/9) lalu. Diketahui, penutupan kain hitam sebagai simbol perlawanan KPK terhadap revisi UU.

Namun, tak berapa lama kericuhan mulai terjadi,  massa berlarian dari luar menuju tempat logo KPK yang tertutup kain hitam. Massa berusahan membuka kain hitam yang meupakan perlawanan dari aksi para pegawai KPK sebelumnya.

Akibat aksi ini, sejumlah pegawai KPK berhamburan keluar untuk menahan massa mencopot kain hitam yang menutupi logo KPK.

Melihat adanya keributan polisi pun langsung membubarkan paksa ratusan massa tersebut dengan penembakan gas air mata hingga akhirnya bentrok. Namun, oknum massa berhasil mencopot logo KPK yang sebelumnya tertutup kain hitam.

Kapolres Jakarta Selatan, Komisaris Besar Bastoni mengatakan, kericuhan terjadi lantaran adanya kesalahpahaman antara kelompok yang melakukan unjuk rasa terkait dengan hasil keputusan pansel capim KPK dengan pegawai atau wadah dari KPK. "Dapat kami atasi situasinya dan saat ini kondisi sudah kondusif," kata Bastoni di Gedung KPK Jakarta, Jumat (13/9).

Bastoni melanjutkan, tiga aliansi massa yang melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung KPK sudah mengantongi izin. Mereka adalah kelompok yang  mendukung keputusan pansel capim KPK serta mendukung revisi UU KPK. 

Sementara, Kapolsek Metro Setia Budi, Bambang H yang juga berada di lokasi sempat berdebat ihwal pencopotan kain hitam yang menutupi logo di Gedung KPK dengan pegawai KPK. Menurut Bambang, tidak seharusnya kantor negara ditutupi kain hitam seperti pemboikotan.

Pegawai KPK yang bermediasi menegaskan bahwa pemasangan kain hitam sesuai dengan instruksi komisioner KPK. "Tidak ada pemboikotan kok pak. Ini kan ditutup juga sama pimpinan pak Saut," kata pegawai KPK.

"Ini bukan perusahaan, ini untuk keamanan keseluruhan, ini instansi pemerintah bukan perusahaan. Kalau ini perusahaan saya tidak masalah, ini sudah salah kaprah gitu loh. Kantor negara kok gini gitu. Milik negara kok seperti diboikot begini," kata Bambang.

Saat ditanyai apakah ada yang memberi perintah kepada Bambang mencopot kain hitam, ia pun menjawab untuk menjaga suasana agar tetap aman.

"Tidak ada yang memerintah, ini demi keamanan aja. Ini institusi negara bukan perusahaan. Kita tidak ada instruksi, untuk menjaga kondusivitas aja," tegas Bambang.

photo
Website kpk

Sebelum kericuhan pelepasan kain hitam, massa juga membakar karangan bunga yang berada di depan gedung KPK serta melempari batu ke arah wartawan yang berada di Gedung KPK.

Api sempat membesar dan asap tebal membumbung sebelum berhasil dipadamkan petugas kepolisian. Diketahui, puluhan karangan bunga juga merupakan simbol belasungkawa dari para aktivis antikorupsi, pegawai KPK, ataupun jurnalis antikorupsi terkait revisi UU KPK dan proses seleksi Capim KPK yang carut marut.

Diketahui  pada Rabu (11/9) Presiden telah secara resmi mengirimkan surat kepada DPR yang menyebutkan bahwa Presiden sepakat untuk membahas ketentuan revisi UU KPK bersama DPR. 

Sementara terkait proses capim KPK, setelah melalui proses voting akhirnya DPR menyepakati lima komisioner KPK terpilih. Dengan demikian maka kelima calon pimpinan KPK periode 2019-2023 yakni Alexander Marwata, Firli Bahuri, Nawawi Pomolango  Lili Pintauli dan Nurul Ghufron. 

Berdasarkan hasil voting, diketahui Firli Bahuri memperoleh 56 suara, Nurul Ghufron memperoleh 51 suara, Nawawi Pomolango memperoleh 50 suara. Sementara itu Alexander Marwata memperoleh 53 suara, dan Lili Pintauli Siregar memperoleh 44 suara.

Pmilihan pimpinan dilakukan dengan mekanisme voting. Voting diikuti 56 anggota dewan. Masing-masing anggota memilih lima anggota. Setelah terpilih lima, anggota dewan langsung memilih satu nama untuk dijadikan ketua KPK.

DPR sebelumnya menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sejak Rabu (11/9) dan berakhir pada Kamis (12/9) malam. Sebanyak 10 capim mengikuti pemilihan pimpinan KPK untuk masa jabatan periode 2019-2023.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement