Jumat 13 Sep 2019 13:33 WIB

Warga Dumai: Kami Bisa Mati Perlahan Dikepung Asap

Warga merasakan batuk, pusing, dan sesak napas.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ani Nursalikah
Pengendara kendaraan bermotor menembus kabut asap pekat dampak dari kebekaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Riau, Jumat (13/9/2019).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Pengendara kendaraan bermotor menembus kabut asap pekat dampak dari kebekaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Riau, Jumat (13/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga Kota Duma, Riau mengeluhkan kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau yang semakin pekat. Seorang warga, Ratri (26 tahun), bahkan menyebut kondisi kabut asap karhutla terparah pada Jumat (13/9) pagi ini sekitar pukul 06.00-07.00 WIB.

"Sebulan ini paling parah kondisi asapnya dari semenjak saya tinggal pada 2017. Kondisi asap hari ini yang paling parah," ujar Ratri saat dihubungi Republika.co.id dari Jakarta, Jumat (13/9).

Baca Juga

Ia yang mempunyai anak khawatir asap karhutla berdampak terhadap menurunya kesehatan. Suami Ratri yang sensitif dengan asap atau polusi mulai merasakan penurunan kesehatan.

Ratri mengatakan, suaminya sudah mulai batuk, sesak napas, sakit tenggorokan, dan pusing. Ia juga menuturkan, jarak pandang pada Jumat pagi kurang lebih hanya 100 meter.

"Sampai ada yang terguling naik motor karena tidak bisa melihat jalan dengan jelas," kata Ratri sambil mengirimkan video yang direkam dalam mobil.

Dalam video yang diterima Republika.co.id, menampilkan sejumlah sepeda motor yang berhenti di pinggir jalan. Video direkam dari dalam mobil yang melaju perlahan, terlihat asap kabut semakin pekat.

Tak lama terlihat ada satu motor dari arah berlawanan yang melaju ke arah mobil ini. Motor itu tak menabrak mobil justru menabrak pohon sawit yang berada di samping mobil.

Ratri mengatakan, kabut asap sangat pekat ketika pagi dan baru mulai memudar sekitar pukul 09.00 atau 10.00 WIB. Ia mengaku, belum mendengar imbauan khusus kepada masyarakat dari pemerintah daerah tentang kabut asap yang semakin pekat.

"Kalau saya belum tahu ada imbauan atau tidak, tapi dari masyarakat sendiri sudah sadar," kata dia.

photo
Warga beraktivitas saat asap kebakaran lahan gambut menyelimuti Alun-alun Kabupaten Siak, Riau, Kamis (12/9).

Masyarakat mulai menggunakan masker. Sayangnya, masker yang dipakai warga bukan jenis N95, tetapi masker biasa yang sering digunakan. Menurut dia, pembagian masker gratis juga masker biasa bukan masker N95.

Ia ingin menghirup udara yang layak dan tidak terus dikepung asap seperti ini. Ratri berharap pemerintah melakukan upaya tegas menghentikan asap karhutla yang disebabkan pembakaran hutan secara sengaja.

"Kami bisa mati perlahan kalau dikepung asap seperti ini setiap hari. Kami sangat berharap dengan pemerintah, supaya bisa memberikan udara yang layak lagi bagi kami. Karena kami yang di sini juga punya hak untuk hidup," ucap Ratri.

Berdasarkan data BMKG Stasiun Pekanbaru, pada Jumat pagi pukul 06.00 WIB terpantau ada 1.319 titik panas (hotspot) yang jadi indikasi awal karhutla di Pulau Sumatra. Titik panas paling banyak di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel), yakni 537 titik, kemudian Jambi 440 titik, dan Riau sendiri ada 239 titik panas.

Khusus di Riau, titik panas paling banyak di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) ada 127 titik, Indragiri Hulu (Inhu) 31 titik, Pelalawan 30 titik, Rokan Hilir (Rohil) 18 titik, Kuansing dan Kampar masing-masing 11 titik, Bengkalis 7 titik, Siak 3 titik dan Kota Dumai ada satu titik.

Dari jumlah tersebut ada 177 yang dipastikan titik api. Lokasi paling banyak di Inhil dengan 98 titik. Di Inhu ada 20 titik, Pelalawan 21 titik, Rohil 13 titik, Kuansing 9 titik, Kampar 8 titik, Bengkalis 6 titik, dan Siak dua titik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement