Rabu 11 Sep 2019 17:13 WIB

Belum Terlambat Membentuk Keluarga Tangguh Bencana

Edukasi bencana sangat dibutuhkan untuk membangun Keluarga Tangguh Bencana.

Layla berpose di depan rumahnya yang rusak akibat gempa dan tsunami di Lere, Palu, Sulawesi Tengah.
Foto:
Warga sekitaran kaki Gunung Merapi menyirami jalan-jalan yang sempat tertutup abu erupsi, Jum

Gambaran bencana pada 10 tahun terakhir di Indonesia

Sementara itu, bencana merupakan ancaman yang selalu menyertai kehidupan masyarakat. Bencana yang terjadi tidak mengenal waktu, bisa saja terjadi pagi, siang maupun malam. Kewaspadaan masyarakat merupakan kunci untuk menghindari lebih banyaknya dampak akibat bencana.

Lebih dari 1.000 bencana terjadi setiap tahunnya sejak tahun 2009. Data BNPB memberikan gambaran bahwa semakin tahun jumlah bencana cenderung mengalami peningkatan.

Banjir, tanah longsor dan puting beliung merupakan bencana yang sering terjadi. Ketiga bencana ini mengalami peningkatan saat memasuki musim peralihan dari kemarau ke penghujan atau sebaliknya.

Banjir yang terjadi terkadang merupakan siklus perulangan setiap tahun. Beberapa daerah setiap memasuki musim penghujan selalu mengalami banjir, seperti di bantaran sungai Ciliwung dan Sungai Bengawan Solo.

photo
Sejumlah anak bermain air banjir yang merendam kawasan permukiman penduduk Cililitan Kecil, Jakarta.

Sebagian besar masyarakat sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan yang rawan banjir, misal dengan meninggikan rumah, memindahkan seluruh barang elektronik ke tempat yang lebih tinggi saat memasuki musim penghujan dan memasang peringatan dini banjir agar dapat menjadi penanda jika banjir akan terjadi. Di sisi lain, tanah longsor selalu mengancam masyarakat yang tinggal di wilayah dengan kemiringan tertentu. Perubahan pola tanaman pada daerah miring berakibat pada tidak adanya penyangga tanah karena tanaman keras beralih menjadi tanaman perkebunan.

Gempa bumi merupakan bencana yang sering menimbulkan dampak yang cukup besar. Gempa yang diikuti dengan tsunami memberikan dampak kerusakan yang cukup hebat terhadap wilayah yang tersapu gelombang tsunami. Tahun 2018 lalu, gempa yang terjadi di Palu membangkitkan tsunami dan memporakporandakan seluruh bangunan di tepi pantai karena tersapu gelombang ini.

Dalam kurun waktu 2009-2018, rata-rata bencana terjadi lebih dari 2.000 kali setiap tahun dan 11.000 lebih orang meninggal dunia dan hilang. Kurun waktu tersebut juga, gempa bumi dan tsunami menyebabkan 6.531 orang meninggal dan hilang, 432 akibat letusan gunungapi, 2.308 orang akibat banjir, 2.127 orang akibat gempa bumi, 1.865 akibat tanah longsor dan sisanya akibat bencana lainnya.

Data pada diagram di atas menjelaskan bencana gempa bumi yang menimbulkan dampak memang tidak setiap tahun terjadi. Namun, jika terjadi dan diikuti oleh tsunami maka korban yang terjadi luar biasa banyak. Banjir dan tanah longsor hampir setiap tahun terjadi dan korban yang ditimbulkan juga besar.

photo
Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kampar menarik selang ketika mencari sumber air untuk melakukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Desa Kualu, Kabupaten Kampar, Riau.

Rata-rata dalam setahun sejumlah 232 jiwa meninggal dan hilang akibat banjir dan 172 orang akibat tanah longsor. Kebakaran hutan dan lahan serta kekeringan, walaupun tidak menyebabkan korban meninggal cukup besar, namun perlu menjadi perhatian tersendiri.

Biasanya bencana ini akan meningkat saat sudah bulan kemarau. Rumput yang mengering, kadar air tanah menurun dan pepohonan yang meranggas daunnya saat musim kemarau dapat dengan mudah terbakar.

Kondisi lahan gambut kering juga menyulitkan untuk dipadamkan jika sudah terbakar. Biasanya enam provinsi yang memberlakukan status siaga kebakaran hutan dan lahan adalah Provinsi Jambi, Riau, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

Kebakaran hutan dan lahan, atau yang biasanya disebut karhutla, memberikan dampak langsung berupa kualitas udara yang tidak sehat, jarak pandang terbatas dan membuat sebagian orang tidak bisa beraktivitas di luar ruangan. Tahun 2015 sebanyak 2.611.411 ha lahan dan hutan terbakar akibat bencana ini.

Di tahun 2019 luas terbakar hingga bulan Juli 2019 tercatat 135.749 ha. Pemerintah selalu berupaya untuk menekan lebih banyaknya hutan dan lahan yang terbakar dengan cara teknologi modifikasi cuaca/hujan buatan, water-bombing, pemadaman darat dan upaya preventif dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak membakar.

Uraian di atas menginformasikan bahwa potensi bencana di wilayah Indonesia dapat berulang. Karena itu, kita harus memiliki beragam daya dan saat ini tidak ada kata terlambat untuk membangun Keluarga Tangguh Bencana. Siap untuk selamat dan salam Keluarga Tangguh Bencana!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement