Rabu 11 Sep 2019 14:24 WIB

Caleg Perempuan Kian Kuat di Pemilu 2019

Keterpilihan caleg perempuan pada Pemilu 2019 meningkat.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Caleg Terpilih
Foto: mgrol100
Ilustrasi Caleg Terpilih

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengungkapkan adanya potensi peningkatan keterpilihan calon anggota legislatif (caleg) perempuan dalam Pemilu 2019. Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan meningkatnya jumlah caleg perempuan terpilih itu didukung latar belakang regulasi dalam pencalonan pemilu.

"Betul, secara nasional untuk keterpilihan caleg perempuan dalam Pemilu mengalami peningkatan. Bertambahnya jumlah caleg terpilih ini tidak lepas dari jumlah caleg perempuan dalam kontestasi pemilu tahun ini," ujar Titi di Jakarta, Jumat (30/8).

Jumlah caleg perempuan yang ikut dalam Pemilu 2019, kata dia, mencapai lebih dari 40 persen dari keseluruhan peserta pemilu tahun ini. Sementara itu, pada 2014 lalu,  jumlah caleg perempuan yang ikut dalam pemilu legislatif masih di bawah 38 persen. 

"Sehingga tentu saja jumlah peserta dari kalangan perempuan yang lebih banyak ini memberikan ruang kepada mereka untuk berkontestasi di Pemilu 2019," lanjut Titi.

photo
Pembekalan calon legislatif (caleg) perempuan Partai Golkar DPR RI.

Namun, Perludem sendiri sampai saat ini menyatakan belum tuntas melakukan konsolidasi data caleg perempuan terpilih hasil Pemilu 2019. "Untuk data nasional dan provinsi sudah ada, tetapi untuk kabupaten/kota masih kami kumpulkan," tambah Titi.

Sementara itu, KPU sebagai penyelenggara pemilu mengungkapkan memang ada potensi kenaikan jumlah caleg DPR RI perempuan terpilih dalam Pemilu 2019. Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan kenaikan jumlah caleg perempuan terpilih ini diproyeksikan oleh salah satu lembaga riset, yakni Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI).

Berdasarkan kajian tersebut, tercatat ada 118 caleg perempuan terpilih (20,5 persen) terpilih untuk DPR RI. "KPU belum menetapkan secara resmi. Yang 2019 itu sifatnya masih proyeksi, karena blm secara resmi ditetapkan oleh KPU," ujar Pramono ketika dikonfirmasi pada 25 Juli lalu.

photo
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi.

Namun, jika proyeksi tersebut benar, maka Pemilu 2019 akan menghasilkan persentase keterwakilan perempuan di DPR yang tertinggi pascareformasi. Pramono menjelaskan pada Pemilu 1999 jumlah keterwakilan perempuan di DPR sebesar sembilan persen. 

Kemudian, Pemilu 2004 jumlah keterwakilan perempuan meningkat sebanyak 11 persen (61 orang). Pada 2009 jumlah keterwakilan perempuan mencapai 18 persen atau 101 orang.

Namun, persentase ini menurun pada 2014 yang mana capaian keterwakilan perempuan di DPR menjadi 17,3 persen atau 97 orang saja. Sehingga, jika capaian keterwakilan perempuan pada 2019 benar-benar mengalami peningkatan, maka menurut Pramono ini sejalan dengan norma yang ditetapkan KPU. 

"Yang paling utama, ini hasil dari regulasi yg mengatur keterwakilan perempuan dengan dua norma, yakni sekurang-kurangnya 30 persen (keterwakilan perempuan) di setiap dareah pemilihan (dapil) dan di setiap tiga calon sekurang-kurangnya ada satu calon perempuan," ungkap Pramono. 

Kedua, kata dia KPU selama proses pencalonan bersikap tegas terhadap parpol yang tidak memenuhi dua ketentuan di atas. "Sehingga parpol wajib melakukan perbaikan dalam proses pencalonan," tambahnya.

Melihat tren yang positif ini, Pramono, mengatakan pihaknya akan mempertahankan aturan terkait keterwakilan perempuan sebesar 30 persen dalam Pemilu 2024 mendatang. Dia menilai aturan ini berdampak positif kepada meningkatnya persentase jumlah keterpilihan caleg perempuan di DPR RI.

Pramono menuturkan, aturan ini sudah ada dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Maka ada baiknya aturan ini dipertahankan dan diturunkan dalam peraturan teknis. 

"Sebaiknya peraturan itu dipertahankan. Lalu ada turunan teknis di peraturan KPU (PKPU) yang mengatur sanksi bagi parpol yang tidak memenuhi ketentuan tersebut juga perlu dipertahankan. Sebab ketentuan sanksi itu berhasil 'memaksa' parpol menempatkan calon perempuan dalam jumlah yang cukup banyak," ungkapnya.

Selain itu, lanjut dia, para caleg perempuan juga harus diberikan nomor urut yang memberi peluang menang cukup besar. "Kalau KPU tidak 'memaksa' dengan PKPU tersebut, maka calon perempuan akan tetap ditempatkan di nomor urut bawah," tegas Pramono.

Sehingga, dalam Pemilu 2024 nanti pihaknya ingin agar aturan soal keterwakilan perempuan ini tetap akan ditegaskan dalam PKPU. "Ya tentu saja (akan ditegaskan dalam aturan teknis). Itu bentuk komitmen KPU untuk mendorong makin besarnya keterwakilan perempuan di parlemen kita," tambahnya. 

Adapun hasil penelitian Puskapol Universitas Indonesia, menunjukkan perkiraan persentase caleg perempuan yang terpilih pada Pemilu 2019 naik menjadi 20,5 persen. Dalam keterangan tertulisnya, Direktur Eksekutif Puskapol UI Aditya Perdana menyebutkan, secara umum kenaikan keterpilihan caleg perempuan tersebut terjadi di beberapa parpol. Kenaikan ini tampak terjadi secara perlahan sejak 2004 di sejumlah parpol yakni PDI Perjuangan, Nasdem, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sementara itu, kepastian terkait berapa jumlah total caleg perempuan terpilih DPR RI baru akan ditetapkan pada pada Sabtu (31/8) besok. KPU menjadwalkan penetapan para caleg terpilih DPR RI dalam rapat pleno terbuka di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat. Berdasarkan agenda resmi dari KPU, rapat pleno tersebut dimulai pukul 8.30 WIB dengan dua agenda.

Agenda pertama yakni rapat pleno terbuka penetapan perolehan suara sah nasional pemilu 2019 pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).  Agenda kedua, penetapan perolehan kursi parpol dan calon terpilih DPR RI dan DPD Pemilu 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement