Selasa 10 Sep 2019 13:47 WIB

JK: KPK Perlu Badan Pengawas

Sudah saatnya ada perubahan terkait kinerja pemberantasan korupsi

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (4/9).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai perlunya lembaga yang khusus mengawasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). JK menilai, setelah 17 tahun dibentuk, sudah saatnya ada perubahan terkait kinerja pemberantasan korupsi, termasuk salah satunya dewan pengawas KPK.

Hal ini disampaikan JK untuk merespon rencana revisi Undang-undang Nomor 30 tentang Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Perlu ada perubahan agar KPK bukan saja super lembaga tapi tetap mendapat pengawsan dari langsung, karena itu ada badan pengawas, karena (internal KPK) manusia biasa, bukan malaikat," kata JK saat diwawancarai Republika di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (10/9).

Selain itu, JK menilai perlunya pasal yang ditambah jika Revisi UU KPK jadi dilakukan. Salah satunya, mengenai kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).  Ia menilai, dengan adanya kewenangan tersebut, JK menilai ada peluang pihak yang tidak terbukti bersalah, untuk dihentikan penyidikannya.

"Untuk memberikan orang peluang untuk yang tidak salah, ya dinyatakan tidak salah, jangan digantung, karena itu faktor SP3 perlu dimasukkan, tidak wajib dipakai, artinya tidak seharusnya semua dipakai, tidak, tapi kalau memang dia tidak (salah) ya, jangan digantung," kata JK.

JK beralasan, saat ini instrumen yang dipakai untuk asas praduga tidak bersalah seseorang yang ditangkap KPK, hanya melalui praperadilan.

"Tapi praperadilan sulit juga, karena tidak ada SP3 itu. Jangan digantung," ujar JK

JK menambahkan, hal lainnya yang harus diperhatikan adalah pengawasan terhadap penyadapan. JK menilai penyadapan harus diawasi agar tidak melangggar privasi orang lain. JK membandingkan penyadapan di luar negeri yang membutuhkan putusan pengadilan.

"Kalau semua bebas menyadap siapa saja, karena kita tidak pernah mengetahui SOP-nya. Harus ada lembaga independen untuk mengawasi alat ini bisa dipakai, macem-macem kan, harus secara benar, kalau di LN penyadapan harus ada izin pengadilan. Kalau kita, begitu hakim kasih izin langsung tersebar sadapi, tu semua menuju perbaikan," kata JK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement