REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Puluhan akademisi Universitas Airlangga (Unair) melakukan aksi penolakan upaya revisi UU KPK yang dinilai bisa melemahkan dan membatasi ruang gerak lembaga antirasuah tersebut. Salah satu inisiator aksi adalah HRLS Fakultas Hukum Unair Dr. Herlambang P. Wiratraman. Dia mengaku, aksi tersebut dilakukan melalui jejaring sosial di lingkup akademisi Unair.
"Melalui media sosial kami menyetorkan nama bagi yang menolak RUU Revisi KPK yang notabene malah pelemahkan KPK," ujar Herlambang dikonfirmasi Senin (9/99).
Herlambang menjelaskan, aksi solidaritas terhadap KPK ini dimulai sejak dua hari lalu, di mana peserta aksi yang ikut menolak pelemahan KPK terus bertambah. Saat ini, diakuinya ada sekitar 50 akademisi yang terlibat. Mereka rencananya akan menghelar pertemuan langsung untuk menyatukan suara dan menentukan tindakan selanjutnya.
"Solidaritas melalui jejaring media sosial ini efektif dan rencananya setelah terkumpul sampai hari ini, kita akan berjumpa bersama besok. Akan kami update rencana kegiatan," ujar Herlambang.
Herlambang merasa, petisi ini sangat penting karena pembahasam RUU KPK tersebut tidak banyak melibatkan publik. KPK, kata dia, seperti rumah impian warga Indonesia terkait pemberantasan korupsi. Di mana korupsi tersebut dirasa telah melukai bangsa ini.
"Untuk itulah kami rasa penting aksi solidaritas penolakan RUU Revisi KPK ini untuk mencegah hal tersebut terjadi," kata Herlambang.
Dr. Aribowo dari Fisip juga menyatakan pendapat serupa. Ia setuju menuliskan namanya sebagai bentuk penolakan terhadap revisi UU KPK. Ia berpendapat, hal tersebut sudah menjadi kewajiban akademisi dalam kontrol kewenangan dan kebijakan yang berlangsung.
"Saya rasa, eksekutif dan legislatif ini punya niatan yang sama untuk melemahkan kekuatan KPK. Aksi ini merupakan bentuk penolakan sekaligus pressure bagi Eksekutif dan Legislatif agar RUU tersebut tidak disahkan," ujar Aribowo.
Aribowo berpendapat, ada beberapa hal yang bisa dilakukan akademisi untuk ikut andil dalam penolakan revisi UU KPK tersebut. Yakni melakukan aksi petisi penolakan, sebanyak mungkin. Kemudian harus ada perwakilan akademisi sebanyak-banyaknya dari kampus untuk berbicara dengan eksekutif dan legislatif.
"Kita juga harus .elakukan berbagai diskusi seminar untuk penolakan itu. Bisa juga melawan dengan keras, kalau perlu akademisi melakukan unjuk rasa. Langkah terakhir, digugat ke Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Aribowo sendiri mengaku bersiap jika harus turun kejalan untuk menegaskan sikap menolak RUU KPK. Ia berpendapat, jika masyarakat menolak dengan keras, eksekutif dan legislatif mungkin bisa menunda atau mengurungkan revisi UU KPK tersebut.
6 Poin Revisi UU KPK