REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan, kondisi di Provinsi Papua dan Papua Barat aman, kondusif, dan aktivitas sosial kemasyarakat berjalan normal. Akan tetapi, menurut dia, masih ada provokasi untuk menghasut masyarakat melakukan unjuk rasa susulan.
"Masih ada provokasi, masih ada selebaran-selebaran gelap untuk mendorong, menghasut masyarakat melaksanakan unjuk rasa susulan," ujar Wiranto sebelum memulai rapat koordinasi di Kantor Kemenko polhukam, Jakarta Pusat, Senin (9/9).
Wiranto memimpin rapat koordinasi bersama kementerian terkait yang juga dihadiri Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. Panglima TNI bersama Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah kembali ke Jakarta usai berkantor di Markas Kodam XVII Cenderawasih, Kota Jayapura, Papua sejak Selasa (3/9).
Wiranto mengatakan, keduanya dan Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan telah melaporkan perkembangan situasi terkini Papua dan Papua Barat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut dia, Presiden mengintruksikan agar situasi yang kondusif terus dipertahankan.
"Petunjuk Presiden sangat jelas bahwa kondisi yang sangat baik kondusif ini terus dipertahankan," kata dia.
Wiranto menuturkan, pemerintah juga sudah memastikan terjadinya unjuk rasa yang berujung kerusuhan, kerusakan, dan pembakaran memang dipicu kelompok pimpinan Benny Wenda cs. Ia sebelumnya juga sudah mengatakan, ada satu konspirasi yang datangnya dari luar Indonesia.
"Saya sendiri maupun Kapolri bahwa ini ada satu konspirasi, kekuatan yang ada di luar, dari Benny Wenda cs di sana yang terus memprovoke, memberikan informasi-informasi tdk benar," tutur Wiranto.
Ia mengatakan, The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) berada di balik aksi demonstrasi anarki yang terjadi di Papua dan Papua Barat. Wiranto meminta agar mereka menghentikan provokasi yang menghasut masyarakat Papua.
"Sehinga kita suda minta agar mereka menghentikan aktivitas itu, menghentikan untuk provokasi, menghasut masyarakat Papua, Papua Barat," jelas Wiranto.