REPUBLIKA.CO.ID, CIWIDEY -- Di tengah era industri digital bisnis reparasi jam masih fokus ditekuni oleh Usep Suryana (49), warga Kampung Peer, RW 23, Desa Ciwidey, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Di toko berukuran 3×4 meter persegi dengan nama pribumi, ia adalah pereparasi generasi ketiga yang melanjutkan usaha kakeknya sejak 1940, Ardia, dan bapaknya, Kaya (77).
Di toko tersebut, peninggalan kakeknya yang masih digunakan yaitu alat bor merek "gold gear" tipe 1278. Selain itu, terdapat jam dinding bandul tahun 1950-an keluaran Jerman. Serta jam-jam berbagai jenis dan bentuk milik pelanggan yang tengah direparasi.
"Reparasi jam dari tahun 1940, awalnya kakek terus dilanjutkan bapak dan sama saya sekarang," ujar Usep saat ditemui di tokonya, Ahad (8/9). Ia bercerita jika kakeknya merupakan mandor di perkebunan Dewata, Pasirjambu. Kemudian katanya, jelang pensiun kakeknya dibawa ke Jakarta untuk diberikan pelatihan.
"Pun aki (kakek) pernah dibawa ke Jakarta sama Belanda buat ikut pelatihan reparasi jam. Jadi langsung belajar ke orang Belanda. Pas pensiun 1940 langsung buka di sini," katanya.
Ia mengaku mempelajari sistem jam dan teknik reparasi sejak kelas 5 SD. Saat itu katanya, reparasi jam manual bisa menghabiskan waktu satu bulan lamanya. Namun saat ini keterampilan reparasi sudah dikuasainya.
Hingga saat ini, menurutnya di wilayah Pasirjambu, Ciwidey dan Rancabali rata-rata pengguna jam banyak yang mereparasi ke dia. Bahkan konsumen dari Cianjur Selatan pun menyengajakan datang untuk reparasi.
Ia mengungkapkan, di wilayah tersebut sempat bermunculan tukang reparasi baru. Namun seiring waktu, toko-toko yang ada tutup. Hingga saat ini hanya toko reparasi jam miliknya yang masih bertahan.
Ditengah era industri digital, bisnis reparasi jam masih fokus ditekuni oleh Usep Suryana (49), warga Kampung Peer, RW 23, Desa Ciwidey, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.
Dia menyebut kebanyakan konsumen yang datang ke tokonya merupakan langganan turun temurun sejak kakeknya masih aktif mereparasi. Selain itu, pilihan nama pribumi yang digunakan sebagai identitas toko sebab kakeknya merupakan pribumi.
"Dulu pelanggan kakek, sampai cucu dan buyutnya juga ke sini (mereparasi)," ungkapnya. Usep mengungkapkan jika di wilayah Soreang, Ciwidey, saat ini para konsumen tidak memiliki kebiasaan membuang jam rusak. Namun langsung direparasi.
"Di sini mah tidak ada sistem buang (jam rusak) tapi dibetulkan," katanya. Selama menjadi pereparasi, ia mengaku mereparasi berbagai jenis dan berbagai merek jam seperti jam otomatis atau manual.
Dirinya mengungkapkan, dalam sebulan terdapat puluhan jam yang direparasi. Katanya, dalam mereparasi ia mengaku betul-betul memperhatikan kondisi jam dan mereparasi satu persatu bagian serta memberikan garansi selama dua bulan. Hal itu dilakukan agar konsumen lebih percaya.
"Kadang udah dua tahun, konsumen bawa jamnya ke sini (yang rusak). Jam jenis otomatis direparasi bisa sampai 2 jam. Kalau jenis manual (menggunakan batu) bisa seperempat jam beres," katanya.
Usep menyebut jika kualitas jam dulu lebih baik dibandingkan sekarang. Menurutnya, jam yang ada sekarang lebih simpel dan modis namun dari segi kekuatan cepat rusak. Sehingga banyak yang memilih dibuang. "Yang sekarang praktis tapi cepat rusak," katanya.
Usep pun menyebut jika kesulitan yang dihadapinya saat reparasi jam jenis otomatis adalah suku cadang yang sulit dicari karena belum ada. Ke depan, ia mengaku sudah mempersiapkan anaknya, Irfan lulusan SMK untuk meneruskan usaha keluarga turun temurun.
Salah seorang konsumen asal Ciwidey, Lili Setiadarma (50) mengaku menjadi langganan tetap di toko pribumi sejak 1992 untuk mereparasi jamnya yang rusak. "Kalau di tempat servis lain hanya dibetulkan yang rusak saja. Kalau di sini sampai dibersihkan semuanya, dirawat. Terus ada garansi sampai sebulan," katanya.