Ahad 08 Sep 2019 16:45 WIB

Perludem Dorong Perempuan Jadi Pimpinan Parlemen

Perempuan menghadapi kontestasi lebih berat dalam proses pemilihan umum.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andi Nur Aminah
Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong penguatan keterwakilan perempuan di kursi pimpinan dan alat kelengkapan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Anggota legislatif perempuan mestinya juga menduduki jabatan strategis menjadi pimpinan di lembaga maupun alat kelengkapan dewan (AKD).

"Kita mendorong keterwakilan perempuan sekali lagi tak hanya berhenti di proses pencalonan. Tetapi harus konsisten agar keterwakilan perempuan mengisi pimpinan ataupun alat kelengkapan dewan di DPR, MPR, DPD maupun DPRD," ujar peneliti Perludem Fadli Ramadhanil dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Ahad (8/9).

Baca Juga

Fadli mengatakan, upaya dan peluang bagi kepemimpinan dan keterwakilan perempuan di AKD masih memiliki kesempatan yang cukup besar. Selain komitmen dari masing-masing partai dan kelompok politik untuk mendorong kepemimpinan perempuan.

Sebab, lanjut dia, terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 82/PUU-XII/2014, yang memutuskan untuk mengutamakan keterwakilan perempuan di dalam pimpinan AKD adalah sesuatu yang mesti diwujudkan. Ia meminta komitmen dan konsistensi pimpinan dan elite partai konsisten mewujudkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.

Fadli mengatakan, perempuan menghadapi kontestasi lebih berat dalam proses pemilihan umum (pemilu). Menurut dia, caleg perempuan dalam proses pencalonannya masih banyak diposisikan di nomor urut belakang.

Ia melanjutkan, kendati sistem pemilu di Indonesia tak lagi memengaruhi keterpilihan berdasarkan nomor urut, tetapi faktanya nomor urut kecil atau atas masi memengaruhi psikologis pemilih dalam menentukan pilihannya. Untuk itu, ia meminta ada aturan terkait keterwakilan caleg perempuan dalam nomor urut.

"Mesti ada misalnya perempuan nomor urut 1 di 30 persen daerah pemilihan. Itu salah satu dorongan yang sekarang kita wacanakan. Itu untuk DPR RI," kata Fadli.

Di sisi lain, keterpilihan perempuan dalam proses pencalonan meningkat pada Pemilu 2019 menjadi 20,5 persen (118 orang) dari Pemilu 2014 sebesar 17,6 persen (97 orang). Sementara itu angka keterpilihan perempuan di DPD sebesar 30,9 persen atau sebanyak 42 perempuan.

Namun, Fadli menuturkan, peningkatan angka keterpilihan caleg perempuan tak boleh berhenti pada proses itu saja. Keterwakilan perempuan dalam kepemimpinan lembaga legislatif pun harus terus didorong berbagai pihak.

"Ini butuh komitmen pimpinan parpol dan elite parpol di lembaga legislatif. Butuh komitmen dari seluruh anggota legislatif bahwa dorongan keterwakilan politik perempuan adalah pekerjaan yang tak boleh berhenti," tutur Fadli.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement