REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Olahraga elektronik atau biasa E-Sport masih menjadi perdebatan di masyarakat. Karena berangkat dari dunia gaming, ada yang menilai E-Sport tidak memenuhi kategori olahraga. Sebaliknya, sebagian menilai E-Sport sebagai olahraga merujuk sejumlah elemen yang ada di dalam, misalnya aspek kompetitif.
Silang pendapat ini diharapkan segera berakhir lewat simposium bertema “Interpretasi E-Sport dalam Wacana Keolahragaan Nasional” yang berlangsung di di Ballroom Hotel Rattan Inn, Banjarmasin, Sabtu (7/9) pagi. Hasil simposium akan menentukan status E-sport sebagai olahraga atau bukan. Kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian perayaan Hari Olahraga Nasional (Haornas) ke-36 ini digelar oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) melalui Deputi Pembudayaan Olahraga.
Simposium ini merupakan titik final dari forum diskusi grup kajian lintas perspektif E-Sport dalam paradigma keolahragaan Indonesia yang sebelumnya berlangsung di Yogyakarta dan Bekasi. Deputi III Pembudayaan Olahraga Kemenpora Raden Isnanta mengatakan, dari sini diharapkan hadir keputusan yang bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah.
"E-Sport ini barang baru yang berkembangnya luar biasa pesat. Perkembangan teknologi mencipatakan olahraga ini. Aturannya harus segera dibuat. Hasil simposium yang menghadirkan banyak nara sumber berbagai elemen akan menjadi masukan buat kami bergerak," kata Isnanta.
Menurutnya E-sport harus mendapat perhatian khusus karena banyak dimainkan oleh anak-anak muda generasi milenial. Ia mengharapkan aspek olahraga dan edukasi bisa berjalan beriiringan dengan perkembangan E-Sport.
"Apa pun nanti hasil (simposium) diharapkan bisa bermanfaat," ujar Isnanta.
Simposium dibuka langsung oleh Deputi III Pembudayaan Olahraga Kemenpora, Raden Isnanta. “Esport ini sudah berkembang secara kemandirian di masyarakat, jadi bagaimana tugas Pemerintah untuk mengarahkan. Apalagi Esport juga sudah berkembang mengarah ke olahraga prestasi jadi harus ada standard baku yang ditetapkan oleh organisasi internasional, kompetisi juga harus jelas,” tutur Raden Isnanta.
Simposium membahas soal E-sport dalam Perspektif keolahrgaan dan soal tantangan dan peluang perkembangan Esport. Sejumlah narasumber juga dihadirkan pada simposium ini dari berbagai unsur, di antaranya praktisi dan produsen gim E-Sport, sosiolog, dokter, akademisi bidang olahraga, psikolog, ulama, budaya, dan lainnya.
Akademisi olahraga dari UPI Bandung yang menjadi salah satu narasumber simposium, Prof. Adang Suherman mengatakan, E-Sport belum memenuhi syarat disebut olahraga jika mengacu kepada undang-undang keolahragaan di Indonesia. Namun ada beberapa acuan dari luar negeri yang bisa digunakan. Jika mengikuti komisi olahraga Eropa, kata dia, ada lima syarat yang harus dipenuhi untuk menjadikan sesuatu disebut olahraga, yakni adanya aktivitas fisik, bisa dilakukan dalam aktivitas rekreasi, kompetitif, sudah punya organisasi yang diakui secara internasional, serta diterima secara umum.
Namun jika menggunakan patokan yang ditetapkan komisi Olimpiade Jerman, ada tiga syarat yang mesti dipenuhi, yakni melibatkan aktivitas fisik, diterima secara umum, dan harus mengikuti etika yang berkembang di masyarakat.
"Dengan acuan ini, tinju profesional masuk olahraga di Eropa secara umum, tapi di Jerman tidak karena dinilai tak sesuai dengan etika. Inilah yang nanti kami paparkan sesuai dengan ilmu keolahragaan," kata dia.
Ketua Indonesia E-Sport Premier League (IESPL) Giring Ganesha mengharapkan E-Sport bisa mendapatkan kejelasan sehingga masuk dalam kategori olahraga.
"E-sport seperti permainan olahraga lain, akan memiliki dampak positif jika dikelola secara profesional. Kami dari IESPL berusaha menggelar sejumlah event profesional agar atlet punya wadah bertading dan merasakan kompetisi hingga ke ranah internasional. Kita punya atlet-atlet E-Sport yang sudah terkenal di Asia hingga dunia," kata dia.
Mengenai aspek edukasi dan meminimalisasi efek negatif, menurut Giring bisa dibatasi dengan sejumlah aturan. Misalnya aturan usia minimal yang diizinkan untuk mengikuti turnamen E-Sport. "Jika belum memenuhi misalnya, harus izin guru atau orang tua. Kemudian kita jangan event di bulan ujian sekolah, setelahnya. Jadi kita memang harus segera memiliki regulasi terkait ini, jangan sampai ketinggalan,"kata Giring.