Sabtu 07 Sep 2019 00:33 WIB

Fadli Zon Klaim Revisi UU akan Kuatkan KPK

Meski sebut menguatkan, Fadli mengaku belum melihat poin-poin yang akan direvisi

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Wakil Ketua DPR Fadli Zon memberikan keynote speech pada seminar di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (3/9).
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua DPR Fadli Zon memberikan keynote speech pada seminar di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (3/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai bahwa revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) akan menguatkan lembaga tersebut. Menurutnya, revisi dilakukan agar kerja KPK semakin baik ke depannya.

"Soal SP3, soal pengawas, soal aturan main soal penyadapan dan seterusnya, jadi saya kira seharusnya ini bisa juga poin untuk perbaikan dan mungkin justru membuat institusi KPK itu semakin kuat," ujar Fadli di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (6/9).

Baca Juga

Ia menegaskan, revisi UU KPK tidak dilakukan terburu-buru oleh anggota dewan periode 2014-2019. DPR hanya berusaha untuk merampungkan pekerjaan rumah yang sempat tertunda.

"Karena semacam pekerjaan rumah untuk merampungkan pekerjaan yang tertunda kan, sama bukan hanya revisi UU KPK, ada KUHP ada pertanahan ada yang lain," ujar Fadli.

Kendati demikian, Fadli mengaku belum melihat poin-poin yang akan direvisi dalam UU KPK. Namun, ia memastikan bahwa revisi tidak jauh berbeda dengan rencana revisi UU KPK yang pernah dibahas oleh DPR dan pemerintah sebelumnya.

"Memang ini sudah berkali-kali juga dibahas waktu itu di DPR, termasuk secara informal bersama pemerintah. Kalau tidak salah, terkait dengan hal itu ada beberapa poin yang bahkan pernah ada pansusnya," ujar Fadli.

Diketahui, DPR telah sepakat mengambil inisiatif revisi UU KPK. Para wakil rakyat itu telah menyusun draf rancangan revisi UU KPK dan disetujui dalam rapat Baleg. Setidaknya terdapat enam poin pokok perubahan dalam revisi UU KPK.

Poin-poin pokok itu antara lain berkaitan dengan keberadaan dewan pengawas, aturan penyadapan, kewenangan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), status pegawai KPK, kedudukan KPK sebagai penegak hukum cabang kekuasaan eksekutif, dan posisi KPK selaku lembaga penegak hukum dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.

Rencana revisi UU KPK ini langsung dikritik oleh sejumlah pihak, mulai dari Indonesia Corupption Watch (ICW) sampai KPK sendiri. Bahkan, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, KPK sedang berada di ujung tanduk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement