REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu poin dalam revisi Undang-Undang (UU) KPK adalah keberadaan Dewan Pengawas. Dewan pengawas seperti tertera dalam draf terakhir revisi UU tersebut memiliki kewenangan yang cukup luas.
Pembahasan dewan pengawas, berdasarkan draf revisi UU yang diterima Republika.co.id berada di Bab VA. Berdasarkan revisi UU tersebut, Dewan pengawas adalah lembaga nonstruktural yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat mandiri.
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menegaskan, Dewan Pengawas tak bisa dianggap sebagai upaya menggembosi KPK. Menurut dia, seluruh lembaga penegak hukum dan pemerintahan, seharusnya memiliki dewan pengawas.
"Saya tanya, lembaga apa yang tidak ada dewan pengawasnya. Pengadilan punya Komisi Yudisial, Kejaksaan punya Komjak di samping Jamwas, polisi punya Irwasum, Propam, dan punya Kompolnas. DPR punya MKD, presiden punya DPR. Kenapa KPK takut untuk diawasi," ucap Arsul di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Jumat (6/9).
Adapun tugas dewan pengawas terbagi dalam empat poin, yakni mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan; menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai KPK; dan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai KPK.
Anggota Dewan Pengawas berjumlah lima orang dan memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. "Dewan Pengawas itu kan ada di KPK itu sendiri nanti, diputuskan oleh lima orang yang di fit and proper test," ujar Arsul.
Ketua dan Anggota Dewan Pengawas dipilih oleh DPR RI berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden Republik Indonesia. Dalam mengangkat ketua dan anggota Dewan Pengawas, presiden membentuk panitia seleksi yang terdiri atas unsur Pemerintah Pusat dan unsur masyarakat.
Sebelumnya, secara mendadak perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu disepakati oleh seluruh fraksi dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada 3 September 2019. Usulan Revisi UU tersebut diserahkan di Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (5/9).