REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Karantina Pertanian Surabaya melakukan pelepasan ekspor 95 ton serabut kelapa asal Banyuwangi, yang diproduksi PT Sumber Makmur Bakti Mulya ke Tiongkok. Kepala Karantina Pertanian Surabaya Musyaffak Fauzi mengungkapkan, total nilai ekonomi komoditas tersebut mencapai Rp 200 juta.
"Serabut kelapa yang selama ini dianggap limbah, sekarang memiliki nilai ekonomis tinggi yaitu dimanfaatkan untuk dibuat matras atau jok mobil. Tiongkok merupakan salah satu negara yang memanfaatkan serabut kelapa asal Banyuwangi," kata Musyaffak di Surabaya, Jumat (6/9).
Musyaffak mengungkapkan, eksportasi serabut kelapa ini telah dilakukan sejak 2016 dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut data tahun 2018 periode Januari-Agustus ekspor Cocofibre dan Cocopeat mencapai 6.772 ton, atau senilai Rp 19 miliar.
Kemudian, pada periode yang sama di 2019 ekspor komoditas serupa mencapai 11.333 ton atau senilai Rp 33 miliar. Berdasarkan data tersebut, lanjut Musyaffak, terjadi kenaikan yang signifikan dari sisi jumlah dan nilai, yaitu lebih dari 50 persen.
"Ya syukur fenomena ini telah mengubah pola pikir masyarakat, bahwa serabut yang dulu dianggap limbah, kini malah mampu menyumbang devisa bagi negara," ujar Musyaffak.
Musyaffak kemudian menyampaikan upaya yang dilakukan untuk mendukung dan mempercepat ekspor komoditas pertanian di sentra-sentra produksi di Jatim. Yaitu meningkatkan volumen ekspor, menambah eksportir baru, membuka akses pasar negara baru, mendorong ekspor komoditas olahan, dan menambah ragam komoditas.
Musyaffak kemudian mengungkapkan masih banyaknya komoditas pertanian di Kabupaten Banyuwangi yang memiliki potensi ekspor. Komoditas tersebut antara lain manggis, buah naga dan mangga. Meskipun, diakuinya, untuk menembus pasar internasional, berbagai aspek teknis dan regulasi negara tujuan masih menjadi kendala.