REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tasikmalaya menilai tingkat pemahaman aparatur sipil negara (ASN) terkait mitigasi bencana masih rendah. Kepala Pelaksana BPBD Kota Tasikmalaya, Ucu Anwar mengatakan, para ASN khususnya yang berada di tingkat kecamatan dan kelurahan belum tersentuh pemahaman mitigasi bencana.
"Ini pertama kali untuk mereka, sharing dan diskusi. Kita tak bisa memberikan presentase, tapi pemahaman mereka masih cukup rendah," kata dia saat Sosialisasi Peningkatan Kapasitas Aparatur Penanggulangan Bencana, Kamis (5/9).
Melalui kegiatan itu, ia menambahkan, BPBD memberikan pemahaman kepada para ASN untuk mitigasi bencana. Artinya, aparatur sipil di tingkat kecamatan dan kelurahan harus menjadi orang yang bisa melakukan penanggulangan ketika terjadi bencana di wilayah masing-masing.
Ia mengakui, Kota Tasikmalaya cenderung memiliki potensi lebih rendah dalam bencana dibanding wilayah lainnya di Jawa Barat (Jabar). Apalagi, wilayahnya tak memiliki potensi bencana vulkanis dan tsunami. Namun, untuk bencana geologis bisa terjadi di mana saja dan kapan saja.
Karena itu, BPBD memberikan pemahaman yang terfokus pada bencana geologis, kebakaran, juga bencana hidrometrologis. "Bencana ini tak bisa dihindari, sehingga aparatur sebagai penyelenggara pemerintah bisa menjadi evakuator saat terjasi bencana. Apalagi mereka ada di tengah masyarakat," kata dia.
Selain itu, Ucu menyoroti kesiapan infrastruktur ruang publik yang masih minim dalam hal kebencanaan. Ia mencontohkan, banyak pusat perbelanjaan, rumah sakit, atau perbankan, yang belum menyediakan jalur evakuasi. Menurut dia, salah satu tugas pemerintah itu adalah mengajak masyarakat untuk juga siap untuk melakukan mitigasi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tasikmalaya Ivan Dicksan mengatakan, kesiapan aparatur dalam menghadapi bencana harus terus ditingkatkan. Apalagi, ASN di kecamatan dan kelurahan merupakan orang yang langsung berada di tengah masyarakat.
"Mereka harus bisa jadi rujukan pada saat terjadi bencana. Harapannya mereka bisa menyosialisasikan ke aparat di lingkungan masing masing dan kepada masyarakat, sehingga mitigasi bencana berjalan maksimal," kata dia.
Melalui sosialisasi ini, lanjut dia, para ASN di tingkat kecamatan dan kelurahan ke depannya juga diharapkan bisa memetakan wilayah masing-masing. Artinya, setiap lokasi rawan bencana di Kota Tasikmalaya dapat diketahui dan diantisipasi.
Ia mencontohkan, di Kecamatan Cipedes terdapat warga yang tinggal di bantaran Sungai Ciloseh maupun yang berada di pinggir tebing. Apalagi, di daerah itu juga terdapat kawasan kumuh yang notabene rawan kebakaran.
"Kalau sudah dipetakan, upaya yang harus dilakukan akan diketahui," kata dia.
Ivan menambahkan, adanya anggaran dana kelurahan juga dapat digunakan untuk menambah kesiapan wilayah dalam mitigasi kebencanaan. Salah satunya, kata dia, adalah membangun sarana infrastuktur yang siap menghadapi bencana.
"Misalnya kalau ada sesuatu, harus ada tempat evakuasi. Termasuk juga pembuatan jalur evakuasi," kata dia.
Ia mengakui, penggunaan dana kelurahan akan tergantung kebutuhan wilayah masing-masing. Tapi, Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya akan meminta Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah, untuk mengarahkan penggunaan dana kelurahan juga dapat untuk kebencanaan.
"Walaupun Tasikmalaya hanya sedang dalam potensi bencana, peringkat 24 se-Jabar. Tapi tidak berarti bebas bencana. Potensi yang ada harus diantisipasi," kata Kepala BPBD Kota Tasikmalaya itu.