REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai wajar adanya kritikan terhadap hasil panitia seleksi (Pansel) Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, JK menegaskan, kritikan tersebut tidak akan mempengaruhi pemerintah dan Pansel KPK dalam proses seleksi.
Menurut JK, Pansel KPK yang dibentuk Pemerintah saat ini sudah berdasarkan perundangan, yakni independen. JK mengungkap, Pansel juga telah terbuka dan transparan dalam menyeleksi ratusan orang yang hingga kini mengerucut ke 10 nama untuk kemudian diserahkan ke DPR.
"Ada yang senang dan tidak senang, ya, nggak apa apa. Tapi pansel dan pemerintah tidak bisa dipengaruhi dengan pendapatan begitu. Kalau semua ditanya, tidak mungkin Anda semua pendapat diterima," ujar JK kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (4/9).
Menurut JK, penentuan capim KPK saat ini berada di tangan DPR setelah 10 nama capim hasil Pansel KPK diserahkan ke lembaga legislatif tersebut. Ia mengatakan, jika ada nama capim KPK yang dianggap bermasalah maka masukan bisa disampaikan kepada DPR.
JK menerangkan, DPR yang akan memilih lima dari 10 nama capim dari hasil Pansel Capim KPK. "Pada akhirnya DPR yang menentukan, kalau mau lobby ya lobby DPR. Itu aturannya harus kita taati. Kan DPR milih 5 dari 10," kata JK.
Sebelumnya, Ketua Pansel Capim KPK Yenti Ganarsih mengumumkan 10 nama yang lolos tahap seleksi dan diserahkan kepada Presiden Jokowi, di Istana Merdeka, Senin (2/9). Kesepuluh nama itu adalah Alexander Marwata, Firli Bahuri, I Nyoman Wara, Johanid Tanak, Lili Printauli Siregar, Luthfi H Jayadi, Nawawi Pomolongo, Nurul Ghufron, Robi Arya Brata, dan Sigit Danang Joyo.
Kesepuluh nama itu pun diserahkan kepada DPR untuk kemudian dipilih menjadi lima orang pimpinan KPK. Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar mengatakan DPR RI telah menerima surat dari Presiden Joko Widodo terkait 10 nama calon pimpinan (capim) KPK, pada Rabu siang. "Suratnya sudah kami terima Rabu siang," kata Indra di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan DPR akan melaksanakan Rapat Badan Musyawarah (Bamus) pada Rabu sore setelah surat tersebut masuk. Menurut dia, setelah dibahas di Bamus, direncanakan surat Presiden tersebut akan dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR pada Kamis (5/9).
"Sore ini dibawa ke Bamus DPR dan besok (Kamis, 5/9) akan dibacakan di Rapat Paripurna DPR," ujarnya.