Rabu 04 Sep 2019 17:14 WIB

Polri: Akses Internet di Papua Mulai Dipulihkan

Situasi dan keamanan di Papua dinilai sudah mulai kondusif.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo memberikan keterangan kepada wartawan terkait kasus penanganan teroris Kalimantan Tengah (Kalteng).di Mabes polri, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Foto: Antara/Reno Esnir
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo memberikan keterangan kepada wartawan terkait kasus penanganan teroris Kalimantan Tengah (Kalteng).di Mabes polri, Jakarta, Selasa (25/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepolisian menyebut akses data internet di sebagai wilayah Papua dan Papua Barat sudah dipulihkan. Karo Penmas Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan, pemulihan tersebut melihat situasi dan keamanan di provinsi paling timur Indonesia itu, sudah mulai kondusif. Ia menjelaskan, pemerintah berencana akan melakukan pemulihan data nirkabel seluruh pada Kamis (5/9).

“Beberapa kabupaten di Papua dan Papua Barat sudah dilakukan pemulihan (akses internet),” kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (4/9).

Baca Juga

Dedi menjelaskan, Kementerian Komunikasi dan Informasi, sejak pertengahan Agustus lalu melakukan pembatasan akses ke dunia maya di 19 kabupaten yang ada di Papua dan Papua Barat. Itu dilakukan, setelah gelombang massa unjuk rasa yang berujung anarkistis pecah di Bumi Cenderawasih, sejak Senin (19/8).

Dedi menerangkan, pembatasan akses internet tersebut terpaksa dilakukan demi menjamin situasi yang kondusif di Papua maupun Papua Barat. Karena sejak kerusuhan terjadi, Polri, bersama Kemenkominfo, juga Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) mencatat melonjaknya angka penyimpangan informasi tentang kejadian di Bumi Cenderawasih yang tersebar lewat media sosial (medsos).

Mabes Polri pernah mengatakan, sejak pembatasan internet dilakukan, sampai Senin (2/9), tercatat ada sekitar 52 ribu konten penyimpangan informasi dan kabar bohong terkait Papua dan Papua Barat yang tersebar lewat jejaring medsos. Dedi menerangakan, kebanyakan penyebaran informasi yang dianggap tak valid tersebut masif disebarkan lewat Twitter, dan Facebook, maupun layanan video bergambar di Youtube.

“Ada lebih dari dua ribu akun yang kita deteksi dan kita mintakan untuk di-takedown, dari dalam, juga banyak yang dari luar negeri,” kata Dedi.

Meski pembatasan internet tersebut mendapat kritik keras dari kalangan sipil dan pegiat hak asasi di dalam negeri, namun pemerintah keukeuhmelakukan kebijakan penguarangan kelancaran akses nirkabel itu. “Pembatasan itu demi untuk keamanan di sana (Papua dan Papua Barat). Itu yang lebih penting,” ujar Dedi menambahkan.

Dedi mengatakan, jika internet tak dibatasi penyimpangan informasi yang tersebar di dunia maya, dianggap akan memperburuk situasi keamanan di Papua dan Papua Barat. Bukan cuma membatasi akses internet di Papua dan Papua Barat. Kerusuhan yang terjadi di Jayapura, pada Kamis (29/8) lalu membuat jaringan komunikasi di Bumi Cenderawasih sempat memburuk.

Bahkan untuk sekadar melakukan panggilan telefon, dan pesan singkat, atau layanan komunikasi lainnya, sempat terputus setelah kelompok massa membakar kantor telekomunikasi di ibu kota Papua itu. Akan tetapi, Dedi melanjutkan, sejak Rabu (4/9), sejumlah fasilitas telekomunikasi di Papua dan Papua Barat sudah berangsur dipulihkan.

“Hanya ada beberapa wilayah yang memang masih membutuhkan evaluasi untuk pemulihan,” sambung dia.

Akan tetapi, ia mengatakan, pertimbangan keeamanan yang kondusif akan memastikan pemerintah untuk kembali membuka jaringan nirkabel di Papua dan Papua Barat. “Tentunya dengan adanya banyak masukan dan yang paling penting faktor keamanan, jika situasi betul-betul kondusif, secepat akses internet (di Papua dan Papua Barat), akan dibuka (dipulihkan) kembali,” ujar Dedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement