REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP), perusahaan yang bergerak di bidang industri baja mengadakan Due Diligence Meeting & Public Expose dalam rangka Penawaran Umum Perdana Saham kepada calon investor. Perseroan melepas sebanyak-banyaknya 1,25 miliar saham.
Adapun, kisaran harga penawaran saham IPO PT Gunung Raja Paksi Tbk berkisar antara Rp 825 sampai Rp 900 per saham. Sehingga, diperkirakan perseroan bisa mendapatkan dana segar sebesar Rp 1,1 triliun.
Menurut Direktur Utama GRP, Alouisius Maseimilian, sekitar 99,52 persen dari dana hasil IPO nantinya akan digunakan untuk pelunasan utang. Sementara sisanya 0,48 persen akan digunakan untuk modal kerja.
"Pelunasan utang ini dalam rangka membeli aset PT Gunung Garuda," kata Alouisius, Selasa (3/9).
Bersamaan dengan penawaran umum perdana saham, perseroan juga akan menerbitkan saham baru dalam rangka pelaksanaan obligasi wajib konvesri (OWK) yang akan jatuh tempo 30 September 2019. Dengan demikian, total saham yang dimiliki oleh publik sebanyak-banyaknya 10,22 persen.
Untuk keperluan ini, perseroan telah menunjuk PT Kresna Sekuritas dan PT UOB Kay Hian Sekuritas sebagai Penjamin Pelaksana Emisi Saham. Periode penawaran awal (book building) akan berlangsung pada 3-5 September 2019.
Pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan dapat diperoleh pada 10 September 2019 dan masa penawaran umum dijadwalkan pada 12, 13 dan 16 September 2019. Sedangkan, pencatatan perdana saham di BEI diperkirakan dapat dilaksanakan pada 19 September 2019.
Perseroan belum lama ini mengakuisisi PT Gunung Garuda dan menelan biaya investasi sebesar 96 juta dolar AS. Akuisisi yang dilakukan mencakup aset, suku cadang, dan operasionalnya.
Nefo Handojo dari UOB Kay Hian melihat langkah untuk IPO di semester dua ini merupakan momen yang tepat dilakukan oleh produsen baja. Pasalnya, pembangunan infrastruktur masih terus berjalan dan berlanjut terutama setelah Indonesia melewati pemilihan presiden 2019.
"Ini momen yang tepat untuk melantai di bursa melihat besarnya pembangunan dan infrastruktur yang jalan terus," kata Nefo.
Menurut Alouisius, IPO merupakan salah satu strategi yang dilakukan perusahaan untuk memperluas pasar. Industri baja yang terus bertumbuh menjadi peluang bagi bisnis perseroan ke depannya.
Dia melihat konsumsi baja nasional terus meningkat seiring dengan meningkatnya anggaran infrastruktur pemerintah untuk pengembangan sarana infrastruktur. "Selain itu, pemain di industri baja masih memiliki ruang yang sangat luas untuk bertumbuh," kata Alouisius.
Perseroan saat ini memproduksi Baja Batangan, Baja Lembaran dan Baja Gulungan. Pabrik yang ada sekarang memiliki kapasitas produksi sebesar 2,8 juta ton baja per tahun dengan tingkat utilisisasi yang hampir maksimal.
Menurut Alouisius, produksi baja dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan baja nasional. Oleh karena itu, sekitar 90 persen hasil produksi masih disuplai untuk kebutuhan baja dalam negeri dan sisanya sekitar 3-4 persen di ekspor ke Filipina, Australia dan Amerika Serikat.