REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyiapkan penggunaan mobil listrik secara masif di masyarakat setidaknya butuh waktu dua tahun. Hal itu diungkapkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, Selasa (3/9).
"Kita butuh certain periods. Katakanlah dua tahun untuk melakukan sosialisasi, sambil meningkatkan jumlah pengguna mobil listrik," kata Budi.
Dalam konteks itu, Budi mengatakan bahwa industrinya ikut dipersiapkan agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna, melainkan juga produsen mobil listrik.
Hal itu disampaikannya usai bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam.
Budi menyebutkan setidaknya ada dua kendala yang dihadapi dalam memasifkan penggunaan mobil listrik, yakni pertama soal harga karena harga baterai berkaitan dengan fiskal, dan sebagainya.
"Kita inginkan pembuatan baterai dalam negeri menjadi penting karena harganya cukup tinggi. Kalau bisa kobalt kita dijadikan baterai kan lumayan banyak," katanya.
Untuk pengisian daya baterai, lanjut dia, dibutuhkan charger yang selama ini belum banyak tersedia sehingga perlu diperbanyak. Menurut dia, keterbatasan charger juga mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam menggunakan mobil listrik.
"Yang kedua adalah kebiasaan masyarakat. Masyarakat ini kan belum terbiasa menggunakan mobil listrik. Apalagi, charger-nya masih terbatas," katanya.
Sejalan dengan instruksi Presiden, Budi mengapresiasi sudah ada beberapa operator angkutan massal yang menggunakan moda berbasis tenaga listrik.
"Angkutan massal yang sudah menggunakan, walaupun belum masif. Ada Go-jek, Grab, Blue Bird, dan Transjakarta," katanya.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 55/2019 tentang Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan pada pada 5 Agustus 2019.