Senin 02 Sep 2019 08:36 WIB

Tahun Baru Hijriyah: Rawat Keberagaman

Tahun baru Hijriyah menjadi momentum melakukan muhasabah spiritual, sosial, dan polit

Perayaan pergantian tahun baru 1 Muharam 1441 Hijriah di Karawang, berlangsung meriah.
Foto:
Sekelompok anak bermain sepak bola api di Jakarta, Sabtu (31/8) malam. Kegiatan insidentil ini dilakukan untuk memeriahkan malam pergantian tahun 1441 Hijriah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun Baru Islam 1441 Hijriyah diharapkan jadi momentum bagi umat Islam untuk merawat keberagaman dan persatuan. Nabi Muhammad SAW pun telah mencontohkan pentingnya hal tersebut saat hijrah dari Makkah ke Madinah.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari spirit hijrah dalam konteks kemerdekaan dan kondisi Indonesia saat ini. Menurut dia, spirit hijrah yang pertama adalah membangun inklusi sosial. Hal itu sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW yang membangun inklusi dan integrasi sosial dengan membangun persahabatan sejati antara sahabat muhajirin dan ansar.

Spirit hijrah yang kedua, dia menyampaikan, umat harus mematuhi hukum dan norma sosial. Sebab, kepatuhan kepada hukum merupakan prasyarat membangun bangsa yang maju, aman, dan damai. Nabi Muhammad SAW juga membuat Piagam Madinah sebagai konstitusi yang mengikat semua masyarakat. "Di dalam Piagam Madinah, semua kelompok agama dan etnis disebut sebagai umat sehingga kedudukan dan eksistensi mereka sama," ujarnya kepada Republika, Ahad (2/9).

Adapun spirit hijrah yang ketiga, kata Mu'ti, umat harus berperan serta dan bertanggung jawab memajukan bangsa dan negara. Dalam konteks kemerdekaan, hijrah ditandai oleh sikap cinta terhadap Tanah Air dan bangsa serta melakukan islah (pembaharuan) sosial dan politik. Oleh karena itu, ia berharap tahun baru Hijriyah menjadi momentum bagi umat Islam untuk melakukan muhasabah spiritual, sosial, dan politik.

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengatakan, tahun baru Hijriyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki makna persatuan antarseluruh elemen masyarakat. “Makna tahun baru Hijriyah adalah kohesivitas. Saat Rasulullah SAW hijrah bersama kaum muhajirin, beliau diterima oleh kaum ansar tanpa syarat, tanpa pamrih apa pun,” ujar Kiai Cholil.

Ia menjelaskan, Nabi Muhammad SAW menggunakan cara-cara yang santun dalam mendakwahkan Islam. Dengan begitu, kehadiran Rasulullah diterima dengan baik oleh masyarakat Madinah. Bahkan, ujar Kiai Cholil, kaum ansar rela memberikan semua yang diinginkan Rasulullah demi memenuhi kebutuhan kaum muhajirin.

Menurut Kiai Cholil, jika umat Islam Indonesia memiliki spirit hijrah tersebut, Tanah Air akan tetap utuh. Persatuan dan keberagaman pun penting dikedepankan untuk membangun sumber daya manusia (SDM) dan mewujudkan Indonesia menjadi negara maju. “Karena itu, spirit hijrah adalah spirit membangun kohesivitas, persatuan kita, dan semangat berkorban,” katanya.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Robikin Emhas mengungkapkan, setelah terjadinya peristiwa Fathu Makkah atau pembebasan Makkah pada 630 Masehi, semangat yang melatari hijrah praktis berakhir. Kota Makkah yang sebelumnya ditinggalkan karena dianggap tidak ramah bagi dakwah Islam, berubah karena kemuliaan akhlak Nabi Muhammad SAW.

Pada peristiwa Fathu Makkah, penduduk Quraisy yang lekat dengan kesombongan dan jahiliyah tidak dipersekusi. Sebaliknya, penduduk Quraisy dilindungi. "Itulah spirit baru pascahijrah praktis. Hijrah kemudian diartikan sebagai perjuangan meninggalkan hal-hal buruk ke arah yang lebih baik," kata KH Robikin, akhir pekan lalu.

PBNU mengajak umat menjadikan tahun baru Hirjiyah sebagai momentum memperbaiki kualitas kehambaan diri di hadapan Allah SWT. Hal yang tak kalah penting adalah memperbaiki kualitas kemanusiaan. "Renungkanlah, sudahkah kita mengamalkan konsep persaudaraan sesama manusia tanpa memandang suku, agama, dan jenis identitas lain sebagaimana diajarkan Nabi?" ujar dia.

Ia juga mendorong umat Islam memperkuat akidah tanpa merendahkan pemeluk agama lain. Selain itu, ia berharap tak ada lagi tindakan rasialisme di Indonesia. "Di momentum yang baik ini, saya mengajak semua pihak untuk meneguhkan kembali sikap saling menghargai dan saling menghormati sesama anak bangsa," kata KH Robikin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement