REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP Partai NasDem angkat bicara soal pernyataan calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak yang menyebutkan ada intervensi dari Jaksa Agung HM Prasetyo saat menjabat sebagai Kajati Sulawesi Tengah. Nasdem menganggap ucapan Johanis tak akurat.
"Ucapan Johanis tidak lengkap, tidak akurat, dan cenderung mengandung fitnah. Hal itu dengan beberapa pertimbangan," kata Sekretaris Jenderal Partai NasDem Johnny G Plate dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis (29/8).
Pernyataan Johanis disampaikannya ketika mengikuti tes wawancara dan uji publik sebagai capim KPK. Ketika itu, Johanis tengah mengusut perkara mantan Gubernur Sulawesi Tengah Bandjela Paliudju, yang juga kader Partai Nasdem.
Menurut Plate, HM Prasetyo baru dilantik menjadi Jaksa Agung pada 20 November 2014. Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Sulteng menetapkan Bandjela Paliudju sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dukungan perjalanan dinas, biaya pemeliharaan kesehatan, dan penunjang operasional gubernur, berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor: 289/R.2/Fd.1/11/2014, tertanggal 6 November 2014.
"Pada 29 November 2014, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasdem Sulteng memberhentikan sementara Bandjela Paliudju dari Jabatan Ketua Dewan Pembina Partai Nasdem serta mencabut sementara status keanggotaannya," katanya.
Di samping itu, pada 2 Desember 2014, DPW Partai Nasdem Sulteng memberhentikan Bandjela Paliudju sebagai anggota Partai Nasdem. "Kejaksaan Tinggi menahan Bandjela Paliudju pada 9 Desember 2014," tuturnya.
Selajutnya, kata Plate, jaksa menuntut Bandjela Paliudju hukuman pidana sembilan (9) tahun penjara, denda Rp200 juta subsider enam (6) bulan kurungan, dan pidana tambahan berupa uang pengganti Rp7,78 miliar subsider empat tahun penjara.
"Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palu memutus bebas perkara tersebut. Jaksa Penuntut Umum langsung mengajukan kasasi dan akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung. Bandjela Paliudju divonis penjara tujuh (7) tahun enam (6) bulan, denda Rp200 juta subsider enam (6) bulan kurungan serta wajib membayar uang pengganti Rp7,78 miliar subsider tiga (3) tahun penjara," jelasnya.
Ia menambahkan, Partai Nasdem memiliki pandangan dan sikap antikorupsi. Partai Nasdem mengusung antimahar dan antikorupsi sebagai sikap partai. "Tanpa menunggu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, apapun jabatannya, kader yang menjadi tersangka korupsi segera dipecat," tegasnya.
Partai Nasdem menugaskan bekerja secara penuh waktu bagi kader partai yang menjabat sebagai Menteri dalam Pemerintahan Jokowi. Hal itu termasuk tidak memperbolehkan semua menteri dari Partai Nasdem untuk maju sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2019.
Sebelumnya, calon pimpinan (Capim) KPK dari unsur Kejaksaan Agung, Johanis Tanak menceritakan soal pengalamannya dipanggil Jaksa Agung HM Prasetyo saat menangani perkara kader Partai NasDem.
"Apakah selama menjadi jaksa pernah ada intervensi kepada bapak saat menangani kasus?" tanya anggota panitia seleksi capim KPK Al Araf di gedung Sekretariat Negara Jakarta, Rabu (28/8).
"Saya waktu itu menjadi Kajati Sulawesi Tengah, saya menangani kasus mantan gubernur, kasus itu memenuhi unsur pidana. Saya dipanggil Jaksa Agung, saya menghadap dan Jaksa Agung mengatakan 'Kamu tahu siapa yang kamu tangani?' Lalu beliau mengatakan dia adalah ketua DPW NasDem," jawab Johanis yang saat ini menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung.
Johanis menyampaikan hal tersebut pada uji publik seleksi capim KPK 2019-2023 pada 27-29 Agustus 2019 dan diikuti 20 capim. Per hari, pansel KPK melakukan wawancara terhadap 7 orang capim yang dilakukan bergantian selama satu jam.
"Saya katakan 'Kalau Bapak perintahkan saya hentikan, saya akan hentikan. Bapak minta tidak ditahan, saya tidak akan tahan karena bapak atasan saya'. Tapi saya mengatakan saat Bapak terpilih, bapak dinilai tidak layak jadi Jaksa Agung karena diusulkan oleh golongan partai, dalam hal ini NasDem, mungkin ini momen yang tepat untuk bapak buktikan (bahwa bapak tidak seperti itu)," ungkap Johanis.
HM Prasetyo sebelum menjabat sebagai Jaksa Agung adalah kader Partai Nasional Demokrat. Ia terpilih menjadi anggota DPR periode 2014-2019 mewakili daerah pemilihan Jawa Tengah II, namun karena ditunjuk sebagai Jaksa Agung ia pun mengundurkan diri dari DPR.