Kamis 29 Aug 2019 21:52 WIB

Siswi MTS dan Inovasi Pengganti Beras Padi

Mereka berupaya menciptakan pengganti beras padi dengan khasiat yang lebih bagus.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Dua siswi MTS Negeri 1 Kota Malang berhasil menjadi juara I dalam bidang agribisnis melalui beras analog di Inovasi Teknologi 2019, Savana Hotel & Convention, Kota Malang, Kamis (29/8)
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Dua siswi MTS Negeri 1 Kota Malang berhasil menjadi juara I dalam bidang agribisnis melalui beras analog di Inovasi Teknologi 2019, Savana Hotel & Convention, Kota Malang, Kamis (29/8)

REPUBLIKA.CO.ID, Dua gadis itu berdiri di hadapan puluhan undangan yang hadir dalam Inovasi Teknologi (Inotek) 2019 di Savana Hotel & Convention, Kota Malang, Kamis (29/8). Mereka terbilang pemenang dengan usia terkecil di antara peserta lainnya yang sudah duduk di bangku SMA, kuliah dan dewasa.

Dania Wijayanti dan Rizqina Faizana, itulah nama kedua gadis berseragam hijau dengan jilbab tersebut. Siswi MTS Negeri I Kota Malang ini berhasil menjadi juara pertama di bidang agribisnis pada Inotek 2019. Atas beras analognya, siswi yang duduk di kelas delapan dan sembilan ini mampu memboyong hadiah uang dan piagam.

Memang sudah banyak peneliti muda menciptakan inovasi berupa beras analog. Namun bedanya, Dania dan Rizqina lebih memanfaatkan tepung ganyong, ekstrak bayam, tiwul (jajanan tradisional) dan protein. Mereka berupaya menciptakan pengganti beras padi dengan khasiat yang lebih bagus.

"Protein lebih tinggi, kadar seratnya tinggi dan memiliki indeks glisemik yang rendah sehingga bagus untuk diabetes," jelas Dania kepada wartawan di Savana Hotel & Convention, Kota Malang, Kamis (29/8).

photo
Dua siswi MTS Negeri 1 Kota Malang berhasil menjadi juara I dalam bidang agribisnis melalui beras analog di Inovasi Teknologi 2019, Savana Hotel & Convention, Kota Malang, Kamis (29/8)

Ide inovasi beras analog sebenarnya tidak lepas dari tingkat konsumsi beras padi yang cukup tinggi. Menurut Dania, kondisi tersebut berpotensi membahayakan ketahanan pangan nasional. Padahal Indonesia memiliki banyak Sumber Daya Alam (SDA) yang belum termanfaatkan.

Kota Malang sendiri berada di ketinggian 460 hingga 667 mdpl. Wilayah ini juga berpotensi menjadi tempat budidaya ganyong, bayam dan sebagainya. Apalagi, Dania dan Rizqina banyak menemukan ganyong tumbuh liar di perkebunan warga.

Tidak hanya ganyong, bayam juga banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Beberapa perkebunan sayuran ini dapat ditemukan di Kota Malang. Beberapa di antaranya di Kecamatan Kedungkandang dan Blimbing.

Berdasarkan SDA tersedia, Dania dan Rizqina pun mencoba menciptakan inovasi bahan pangan yang mirip dengan beras. Hingga akhirnya, mereka memutuskan memilih tepung ganyong, tiwul, ekstrak bayam dan protein sebagai pengganti beras. Menurut Dania, bahan-bahan ini terbukti memiliki khasiat lebih bagus dibandingkan beras biasa.

Dari pengamatan Republika.co.id, beras analog Dania dan Rizqina memiliki perbedaan kuat pada warna dan bentuk. Warna yang ditampilkan lebih gelap dengan bentuk yang agak sedikit panjang. Pada rasa, beras analog tidak terlalu manis tapi tekstur hampir serupa pada umumnya. 

Untuk menciptakan beras yang diteliti sejak setahun lalu tersebut, Dania mengungkapkan, ini sebenarnya tidak sulit. Mereka hanya perlu mencari bahan-bahan di pasaran lalu memprosesnya. "Kita di sini pakai tepung ganyong karena lebih banyak di pasaran. Lebih efektif dan efisien. Kita sengaja pakai ini biar masyarakat bisa buat juga karena kalau pakai tepung lebih mudah," tambah siswi kelas delapan ini.

Pada prosesnya, Dania dan Rizqina hanya perlu mencampur seluruh bahan dalam satu tempat. Lalu menguleninya dan mencetak bahan menjadi buliran beras. Setelah itu memasukannya ke dalam oven selama 1 jam 50 menit dengan suhu 100 derajat celsius. 

Selanjutnya, Dania mengatakan, beras dapat dimasak dengan cara pada umumnya. Untuk makan biasa, Dania hanya perlu memasukkan beras ke dalam rice cooker  selama delapan hingga 10 menit. Proses ini lebih cepat dibandingkan memasakan nasi biasa yang mampu memakan waktu hingga 15 menit.

"Dan cara konsumsinya bisa dikonsumsi langsung tanpa lauk atau bisa pakai lauk. Atau dijadikan nasi goreng atau bisa juga pakai susu rasanya kayak gitu juga bisa," tambah dia.

Dania dan Rizqina sesungguhnya memiliki harapan agar beras analognya dapat dikomersilkan ke masyarakat luas. Lalu membantu mengubah pola pikir "makan harus pakai nasi" ke depannya. Namun hingga saat ini, keduanya harus melalui proses patenisasi terlebih dahulu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement