Jumat 30 Aug 2019 04:43 WIB

Sekolah Asyik tanpa Plastik

Gerakan zero waste sampah plastik dilakukan di SMAN 7 Kota Malang

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Karta Raharja Ucu
SMA Negeri 7 Kota Malang menerapkan program pengurangan sampah plastik sejak 2015.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
SMA Negeri 7 Kota Malang menerapkan program pengurangan sampah plastik sejak 2015.

REPUBLIKA.CO.ID, Kampanye gerakan mengurangi sampah plastik mulai marak digalakkan berbagai elemen masyarakat. Seperti para guru dan pelajar SMA Negeri 7 Kota Malang, Jawa Timur.

Humas SMAN 7 Kota Malang, Dwi Iriani, mengatakan, institusinya menggagas kampanaye Zero Waste Sampah Plastik sejak 2013 silam. Dwi awalnya mengajak seluruh murid untuk urun ide. Sebab, menurut survei, lebih dari 390 sampah botol plastik dihasilkan per hari. Angka itu didapat lantaran siswa rata-rata mengonsumsi 12 botol air dalam kemasan per hari.

"Kita ajak mereka berpikir, kalau beberapa bulan, kita sudah terkubur sampah plastik. Apa kita akan bertahan hidup seperti itu?" kata dia.

Sejak saat itu, siswa-siswi mulai mengajukan gagasan-gagasan baru. Galonisasi diluncurkan pada 2014. Maknanya, setiap murid tidak diperbolehkan lagi membeli air mineral dalam kemasan. Sebagai gantinya, pihak sekolah menyediakan sejumlah galon sehingga siapa pun dapat menikmati air minum dengan gelas atau tumble rmasing-masing.

photo
SMA Negeri 7 Kota Malang menerapkan program pengurangan sampah plastik sejak 2015.

Dwi mengaku tidak mudah menerapkan program-program zero waste. Beberapa murid sempat mengaku merasa terbebani. Penolakan juga sempat diajukan para penjual minuman di kantin.

Pihak sekolah akhirnya memberikan sedikit kelonggaran. Para pedagang di kantin kembali boleh menjual minuman, tetapi wadahnya diupayakan memakai gelas kaca. Ini cukup berhasil. Bahkan, sejak 2015, tiap pedagang di kantin sekolah itu tidak lagi menyediakan sedotan plastik.

Dengan adanya program-program zero waste ini, SMAN 7 Kota Malang setidaknya mampu mengurangi sampah plastik hingga kira-kira 95 persen. Saat ini, sampah plastik yang dihasilkan dari sekolah tersebut hanya sekitar 1,1 kilogram (kg) per hari. Mayoritas sampah diketahui berasal dari bungkus makanan dan minuman yang dibeli siswa dari luar lingkungan sekolah.

"Bagaimanapun, tidak ada sanksi keras terhadap siswa pembawa plastik. Lebih ke sanksi sosial. Kalau sanksi ancaman, jadinya malah takut ke sanksinya," tambah dia.

Di tempat yang sama, Ruci Primaharani mengaku sempat terkejut saat pertama kali mengetahui program Zero Waste Sampai Plastik di sekolahnya. Murid Kelas XII Bahasa itu mengungkapkan, orang tuanya juga sempat heran dengan ketatnya aturan terkait sampah plastik di SMA tersebut.

photo
SMA Negeri 7 Kota Malang menerapkan program pengurangan sampah plastik sejak 2015.

Namun, lambat laun Ruci mulai merasakan manfaat dari program ini. Dia merasakan, ada perubahan gaya hidup sehingga dirinya lebih peduli pada lingkungan. Ternyata, keluarga juga mendukung.

"Kalau makan di luar, orang tua jadi ikut bawa-bawa tumbler juga," ujar siswi berusia 17 tahun ini.

Sementara itu, pihak pedagang setempat juga memberikan apresiasi. Saptarini (55 tahun), seorang penjual makanan dan minuman di kantin SMAN 7 Kota Malang, menyambut baik kebijakan ini.

Dia berpandangan, program meminimalkan sampah plastik tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi justru ikut menjadikan pengeluarannya sehari-hari lebih efisien. Misalnya, dirinya kini tak perlu lagi menyediakan sedotan plastik. Tiap murid sudah terbiasa tidak meminta sedotan. Beberapa membawa sedotan sendiri dari bahan ramah lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement