REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan hingga 100 persen mendapat penolakan keras dari masyarakat. Kenaikan itu dinilai sangat memberatkan.
Salah seorang warga pengguna BPJS Mandiri, Ilham Maulana, mengaku sangat tidak setuju iuran dinaikan. Ia yang kini terdaftar di kelas III merasa sangat dirugikan dengan naiknya iuran untuk kelas tersebut yang bahkan lebih dari 100 persen.
"Ya, jelas saya tidak setuju. Penghasilan ngak naik, ini BPJS malah naik, dua kali lipat lebih pula," ujar Ilham yang berjualan sembako di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (29/8).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan kenaikan dalam rapat Komisi XI DPR RI. Sri mengusulkan kenaikan iuran program jaminan kesehatan itu naik mulai 1 Januari 2020 guna menambal defisit keuangan BPJS tahun ini yang mencapai 32,8 trilun.
Adapun usulan kenaikan mencapai 100 persen atau dua kali lipat. Untuk pengguna BPJS kelas Mandiri I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu per peserta per bulan. Lalu, iuran kelas Mandiri II naik dari Rp 59 ribu menjadi Rp 110 ribu. Sedangkan iuran kelas Mandiri III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu.
Warga lainnya, Prima Nugroho, juga menyampaikan keberatannya atas rencana pemerintah tersebut. Ia menilai pemerintah tak memikirkan kondisi ekonomi masyarakatnya saat ini dengan menaikan iuran sebesar itu.
"Biaya buat kebutuhan hidup aja sekarang kita pas-pas an, kok BPJS pakai naik segala. Level 3 naiknya dua kali lipat lebih. Apalagi saya bayar buat istri dan 2 anak juga," kata Prima yang berdagang makanan di Depok, Jawa Barat.
Ia berharap agar pemerintah mencari solusi lain terkait defisitnya keuangan BPJS. Menurut dia, defisitnya keuangan BPJS adalah sesuatu yang harus diselesaikan pemerintah dengan tidak membebankannya pada masyarakat.
Tak jauh berbeda, Irfan Putra juga mengeluhkan kenaikan BPJS yang mencapai dua kali lipat ini. Ia pun meminta pemerintah membatalkan rencana kenaikan itu.
"Saya tidak setuju. Pemerintah harus pikirkan kondisi rakyat sekarang. Apalagi saya kelas 3 naiknya lebih dari 100 persen," kata Irfan yang bekerja di sebuah perusahaan swasta di Jakarta Barat itu.
Meski iurannya ditanggung oleh kantor, tetapi saja khawatir karena kenaikan itu akan berimplikasi terhadap gajinya. "Udah gaji tidak seberapa, nanti malah tambah kurang gara-gara BPJS ini," ucapnya.
Ia berpendapat, jika pemerintah tetap ingin menaikan iuran, maka sebaiknya hanya dikenakan untuk pengguna mandiri level I atau kepada kalangan yang mampu. Ia pun berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali rencana tersebut.