Kamis 29 Aug 2019 07:03 WIB

Dana Swasta Untuk Ibu Kota Baru, Tepatkah?

Sri Mulyani mencar cara untuk biaya kebutuhan pembangunan

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Subarkah
  Monyet liar di hutan Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (28/8/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Monyet liar di hutan Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (28/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendanaan pemmbangunan menjadi salah satu tantangan terberat dalam membentuk Penajam Paser dan Kutai Kartanegara sebagai pengganti Jakarta. Skema pembiayaan oleh swasta pun menjadi salah satu wacana tersendiri dalam membangun Ibu Kota.

Pembiayaan dengan APBN diprediksi tidak akan mencukupi kebutuhan pembangunan yang mencapai Rp 466 triliun. Meski sudah mengumumkan lokasi, Pemerintah belum menjelaskan secara rinci dari mana dana pembangunan berasal.

"Kita belum mendengar karena sedang dihitung pemerintah. Sejauh mana dana disiapkan," ujar Peneliti Pembangunan Daerah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syarif Hidayat, Rabu (28/8).

Syarif menilai, skema pembiayaan swasta bisa saja ditempuh dengan skema public private partnership. Swasta berorientasi pada laba, sementara publik berorientasi pada pelayanan. Maka, dalam skema kerja sama dengan swasta, pembagian yang dibangun swasta harus jelas.

"Perlu diseleksi dengan baik swasta di bagian mana akan membangun, misalnya jalan tol bisa saja. Kecil kemungkinan swasta bangun kantor pemerintahan, transportasi bisa saja MRT, LRT dan transjarta BUMD, bisa saja," kata Syarif.

Pembangunan Ibu Kota memerlukan infrastruktur sosial ekonomi dan juga pemerintahan. Ia menjelasakan, pindahnya ibu kota jelas akan diikuti kantor-kantor pemerintah, termasuk kementerian yang menjadi tim kerja presiden.

Untuk mencapai itu, kata dia, tidak cukup hanya dengam perencanaan semata. "Mencapai tidaknya bukan hanya bergantung perencanaan, tapi dananya mendukung tidak? Terutama infrastruktur pemerintahan dan sosial ekonomi," ujar Syarif.

Dari segi otonomi daerah, Kaltim dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam. Saat ditetapkan sebagai wilayah Ibu Kota, maka jumlah pagu anggaran daerah harusnya jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Syarif menilai, Kaltim akan mampu membangun infrastruktur Ibu Kota dengan baik dengan anggaran tersebut.

Wakil Ketua DPR RI Koordinator Kesejahteraan Rakyat Fahri Hamzah menjadi pihak yang tak sepakat ada tangan swasta. Argumen Fahri juga senada dengan pandangan Fraksi Gerindra. "Tidak boleh kita membangun jantung dari negara itu memakai uang swasta itu mustahil itu. Nah tiba tiba pemerintah dengan sebuah surat seolah olah dia akan punya uang 500 triliun itu mustahil," kata Fahri Hamzah, Selasa.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, Kementeriannya juga masih mencari cara untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemindahan ibu kota. Sri Mulyani mengaku masih mempelajari master plan atau rencana induk yang dikembanghkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Dari rencana induk tersebut, Kemenkeu baru dapat melihat seberapa besar kebutuhan pembangunan infrastruktur dasar di lokasi ibu kota baru. Kegiatan ini direncanakan dimulai pada tahun depan. "Gimana status asetnya dan layout kebutuhan capital spending," tuturnya ketika ditemui di Gedung DPR/ MPR, Jakarta, Selasa (27/8).

Sri memastikan, Kemenkeu bersama kementerian terkait lainnya akan melakukan kajian berbagai poin tersebut secara matang. Aspek ini juga yang akan menjadi dasar penentuan skenario pembiayaan pemindahan ibu kota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement