Kamis 29 Aug 2019 01:03 WIB

Ombudsman Sebut DLH Bogor Tak Mampu Tangani Pencemaran Sungai Cileungsi

Ombudsman menggelar sidak di Sungai Cileungsi terkait pencemaran di sana.

Rep: ayobandung.com/ Red: ayobandung.com

BOGOR, AYOBANDUNG.COOM -- Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menilai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor tidak mampu menangani pencemaran Sungai Cileungsi. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho, setelah pihaknya melakukan sidak ke beberapa titik terkait pencemaran Sungai Cileungsi.

Sidak dilakukan oleh Ombudsman sebagai bagian dari proses monitoring tindakan korektif Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LAHP) pencemaran Sungai Cileungsi awal tahun 2019.

“Kami ingin melihat apakah DLH Kabupaten Bogor sudah mampu menangani pencemaran Sungai Cileungsi yang sesuai dengan tindakan korektif yang telah kami sarankan di awal tahun 2019 yang lalu. Dampak pencemaran sungai, biasanya lebih terasa di musim kemarau, dan karena itu kami melakukan Selasa kemaren,” ujar Teguh dihubungi melalui telepon seluler, Rabu (28/8/2019).

Sidak dilakukan di beberapa titik yang ditenggarai sebagai awal mula terjadinya pencemaran yaitu Jembatan Wika, Jembatan Narogong di wilayah perbatasan antara Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi, serta Jembatan Pocong.

“Di titik terakhir kami menemukan ratusan  ikan sapu-sapu mati, itu di satu titik saja. Selain itu, air Sungai Cileungsi menghitam, berbau, dan berbusa," ucap Teguh.

Menurut Teguh, biasanya ikan sapu akan bertahan pada kondisi air kotor. Namun kandungan polutan dari limbah domestik bisa menjadi indikasi beratnya pencemaran yang terjadi di Sungai Cileungsi sehingga membuatnya mati. Pihaknya tenggarai bahwa pencemaran berasal dari limbah kimia yang dihasilkan pabrik-pabrik setempat.

AYO BACA : Ratusan Ikan Sapu-sapu Mati di Sungai Cileungsi Bogor

“Untuk memastikan tingkat pencemaran Sungai Cileungsi, kami akan meminta data pemeriksaan kondisi air terakhir dari DLH Kabupaten Bogor dan DLH Bekasi, serta mengecek keakuratan hasil pemeriksaan tersebut ke labolatorium yang melakukan pengecekan," ungkap Teguh.

Selain melakukan pemeriksaan di sungai, Teguh dan jajarannya melakukan pemeriksaan terhadap dua instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di dua perusahaan setempat. Kesaksian DLH Kabupaten Bogor, dua perusahaan itu mengalami perubahan Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya memberikan LAHP.

“Kami menemukan, adanya ketidaksesuain standar paling minimum dalam proses pengolahan limbah di salah satu perusahaan yang kami datangi," katanya.

Temuan Ombudsman, lanjut Teguh, juga menunjukan pengolahan limbah B3 padat yang dibiarkan berserakan di gedung pabrik yang diperiksa. Lalu terdapat juga kebocoran di IPAL serta tidak tersedianya informasi hasil pemeriksaan limbah terakhir.

Tahun sebelumnya, pihaknya menemukan sebanyak 54 perusahaan yang bermasalah dengan perizinan, khususnya berkenaan pembuangan limbah di sepanjang Sungai Cileungsi. Sebagai tindakan korektif, DLH Kabupaten Bogor kemudian membenahi pengawasan perizinan IPAL perusahaan-perusahaan tersebut dengan 17 di antaranya dinyatakan sudah menjalankan rekomendasi.

“Namun saat kami melakukan pengecekan kemarin, jelas kami menemukan adanya ketidaksesuaian antara dokumen clean and clear DLH kabupaten Bogor dengan fakta di lapangan. Berdasarkan temuan di lapangan, saya beranggapan DLH Kabupaten Bogor sudah tidak mampu menangani masalah pencemaran sungai Cileungsi," kata Teguh.

AYO BACA : Pencemaran Makin Parah, Kapan Sungai Cileungsi Merdeka?

Kasus Pencemaran Menyangkut Pidana

Menurut Teguh, kejahatan lingkungan seharusnya dijerat dengan pasal 1 angka 14 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan ancaman maksimal penjara 3 tahun dan denda Rp3 miliar. Selain perusahaan pencemar lingkungan yang akan ditindak, pengawas lingkungan hidup yang lalai melaksanakan tugas juga bisa dijerat pidana dalam peraturan yang sama.

“Maladminitrasi dalam pengawasan lingkungan ini unik. Maladminitrasi dalam pengawasan kejahatan lingkungan hidup, implikasinya pidana bukan hanya tindakan korektif,” tegasnya.

Dia mengatakan, Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 menegaskan bahwa kelalaian lembaga pengawas lingkungan hidup juga merupakan tindak pidana. Namun nyatanya, dalam kasus pencemaran Cileungsi, pelaku kejahatan lingkungan pun hanya dikenai tindak pidana ringan (tipiring) dengan hukuman berupa denda sebesar Rp15 juta.

Berdasarkan kondisi tersebut, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya akan menindaklanjuti LAHP yang telah disampaikan sebelumnya. Di dalam LAHP tersebut, jika DLH Kabupaten Bogor tidak mampu menjadi leading sector penangan pencemaran Sungai Cileungsi, maka penangannya akan dialihkan ke DLH dan jajaran Pemrov Jabar.

"Kami akan melakukan pemanggilan kepada DLH Kabupaten Bogor, DLH Provinsi Jabar dan Ditjen Gakkum KLHK untuk menindaklanjuti ini, jika diperlukan kami akan meminta kesiapan dari Gubernur Jabar terkait dengan penangan pencemaran ini, karena ini sudah lintas kabupaten Kota,” tegas Teguh.

Selain pemanggilan pihak-pihak tersebut, Ombudsman RI perwakilan Jakarta Raya juga akan meminta keterangan dari DLH Kota Bekasi sebagai penanggung jawab tata kelola Sungai Cileungsi di hilir dan PDAM Tirta Patriot selaku pemberi layanan air bersih di Kota Bekasi.

“Kami juga akan menindaklanjuti koordinasi dengan Mabes Polri dan Polda Jabar terkait penindakan para pelaku kejahatan lingkungan secara lebih tegas dengan memakai Undang-Undang 39 tahun 2009," pungkas Teguh.

AYO BACA : Tahun 2018, Pencemaran Cileungsi Banyak Membuat Petaka

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ayobandung.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ayobandung.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement