REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka ujaran rasisme di Surabaya Tri Susanti dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia diduga melakukan ujaran kebencian bermuatan Sara dan penghasutan dan atau hoaks.
"Yang bersangkutan menjadi tersangka karena diduga ujaran kebencian bermuatan Sara dan penghasutan dan atau hoaks," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Rabu (28/8).
Tri Susanti dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 4 UU 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Rasis dan Etnis dan/atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat 1 dan/atau ayat 2 dan/atau Pasal 15 KUHP.
Penetapan Susi sebagai tersangka sendiri dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara dan memeriksa sebanyak 16 saksi dan 7 ahli. Saksi ahli yang diperiksa yaitu ahli bahasa, ahli pidana, ahli ITE, ahli sosiologi, ahli antropologi dan ahli komunikasi.
Nama Tri Susanti sendiri tercatat sebagai seorang calon anggota legislatif DPRD Surabaya dari Partai Gerindra. Ia mewakili daerah pemilihan 3 yang meliputi kecamatan Bulak, Gunung Anyar, Mulyorejo, Rungkut, Sukolilo, Tenggilis Mejoyo dan Wonocolo nomor urut delapan.
Selain Polri, TNI juga melakukan pemeriksaan terhadap oknum yang mengenakan baju loreng khas TNI. Pria tersebut diketahui muncul dalam video berisi teriakan 'monyet' yang ditujukan pada mahasiswa Papua di Asrama. Sebanyak dua oknum TNI AD masih diperiksa secara internal.
"Dua anggota TNI AD saat ini diproses yaitu danramil karena tidak mengindahkan perintah dan babinsa," kata Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di Jayapura, Papua, Selasa (27/8) petang.
Ia menambahkan, dalam peristiwa itu ada juga sejumlah masyarakat yang berada di lokasi. Saat ini juga sedang diperiksa siapa yang berteriak rasis. "Tidak ada toleransi terhadap anggota yang melakukan pelanggaran dan tetap akan diproses karena TNI tidak memberikan ruas atau tempat kepada anggota yang melakukan tindakan rasis," kata Hadi.
Tindakan rasisme di Surabaya memicu serangkaian aksi demonstrasi yang terjadi di berbagai Kota di Papua. Aparat TNI dan Polri diturunkan di tanah Papua. Hingga saat ini, akses internet di Papua juga diblokir.