REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Enam belas desa yang tersebar di 11 kecamatan di Kabupaten Cirebon mengalami krisis air bersih. Krisis air bersih pada tahun ini diperkirakan akan lebih parah dibandingkan tahun lalu.
''Ada 55.115 jiwa dari 15.893 KK di 16 desa itu yang terdampak krisis air bersih,'' ujar Kasi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Cirebon, Eman Sulaeman, Selasa (27/8).
Eman memperkirakan, krisis air bersih pada tahun ini lebih panjang dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun lalu, ada 25 desa di 15 kecamatan yang mengalami krisis air bersih.
''Sekarang baru sampai Agustus saja sudah ada 16 desa di 11 kecamatan. Kemungkinan sampai akhir tahun nanti bertambah,'' tutur Eman.
Eman menyebutkan, daerah yang mengalami krisis air bersih pada tahun ini tersebar secara merata di wilayah Kabupaten Cirebon, baik timur, barat, utara maupun selatan. Sedangkan pada tahun lalu, hanya wilayah timur Cirebon saja yang tidak terdampak krisis air bersih.
Eman mengungkapkan, untuk membantu warga di 16 desa tersebut, pihaknya sudah mendistribusikan air bersih sebanyak 803 ribu liter. Pendistribusian bantuan air bersih itu dilakukan bekerja sama dengan PDAM.
"(Pendistribusian bantuan air bersih) tidak ada batasannya, harus sampai tuntas untuk kemanusiaan," tegas Eman.
Eman menyebutkan, dana bantuan untuk air bersih pada tahun lalu mencapai Rp 93 juta. Adapun total air bersih yang didistribusikan mencapai 1 juta liter.
Untuk tahun ini, Eman memperkirakan, total bantuan air bersih yang didistribusikan bisa mencapai dua juta liter. Pasalnya, keputusan siaga darurat kekeringan berlaku sampai 31 Oktober 2019.
Eman menambahkan, Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) setempat juga memberikan bantuan pembuatan sumur artesis ke sejumlah desa yang mengalami krisis air bersih. Salah satunya ke Desa Cilukrak, Kecamatan Palimanan.
"Kami juga mengimbau masyarakat agar membuat sumur resapan untuk mengantisipasi musim kemarau," ucap Eman.