Selasa 27 Aug 2019 10:54 WIB

Petani DIY Diminta Mundurkan Jadwal Tanam

Puncak musim kemarau di DIY diprediksi terjadi pada akhir Agustus.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
Petani memilah bulir padi yang masih bisa dipanen di area persawahan Pattallassang yang terdampak kekeringan, Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (22/7/2019).
Foto: Antara/Arnas Padda
Petani memilah bulir padi yang masih bisa dipanen di area persawahan Pattallassang yang terdampak kekeringan, Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (22/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim hujan di sekitaran DIY mundur. Karenanya, petani-petani diminta memundurkan pula jadwal penanaman sebagai antisipasi.

Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Mlati, Reni Kraningtyas mengatakan, puncak musim kemarau di DIY diprediksi terjadi pada akhir Agustus. Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul jadi terdampak terparah.

Baca Juga

"Daerah paling banyak Hari Tanpa Hujan (HTH) merupakan Bantul dan Gunungkidul," kata Reni saat mengisi konferensi pers Kekeringan Mematikan yang digelar Aksi Cepat Tanggap (ACT) DIY pekan lalu.

Ia menjelaskan, pada September sudah ada potensi terjadinya hujan. Sayangnya, BMKG memprakirakan intensitas hujan yang terjadi nanti masih sangat sedikit.

Beberapa hari ini, memasuki pekan terakhir Agustus, di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta sempat terjadi hujan. Tapi, seperti diperkirakan, jumlah curah hujannya masih terbilang kecil.

Bahkan, lanjut Reni, pada Oktober ini sifat hujan yang akan terjadi di sekitaran DIY masih akan berada di bawah normal. Namun, kejadian hujan kadang sudah disalahartikan masyarakat.

"Masyarakat kadang melihat hujan terus berpendapat sudah masuk musim hujan, bukan, itu artinya sudah memasuki pancaroba," ujar Reni.

Reni mengungkapkan, BMKG memprakirakan pada November mendatang curah hujan sekitar DIY sudah ada di atas 100 milimeter per hari. Bahkan, bisa mencapai 300 milimeter per hari di Sleman barat dan utara.

Tapi, ia menekankan, sifat curah hujan yang terjadi masih akan ada di bawah normal. Dari prakiraan itu, Reni merasa terdapat beberapa antisipasi yang bisa dilakukan.

Tidak cuma pemerintah dan lembaga-lembaga terkait, Reni meminta masyarakat melakukan langkah-langkah antisipasi. Terutama, bagi petani-petani demi menghindari dampak kekeringan.

"Mengimbau masyarakat bijak sikapi kemunduran musim hujan, seperti menanam pada saat yang tepat karena dikhawatirkan gagal panen, kecuali di daerah-daerah yang ada irigasi mencukupi," kata Reni.

Sejauh ini, langkah-langkah antisipasi dari pemerintah memang masih berupa sosialisasi. Misal, sosialisasi tanggap bencana dari BPBD dan sosialisasi peringatan dini cuaca ekstrim dari BMKG.

BMKG telah mencatat pula lima rangking daerah terlama DIY yang sudah alami hari tanpa hujan. HTH terlama dialami Kebun Buah Mangunan di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, dengan 138 hari.

Disusul Kecamatan Tanjungsari di Kabupaten Gunungkidul dengan 125 hari. Kondisi serupa dialami Kecamatan Galur dan Kecamatan Panjatan di Kabupaten Kulonprogo dan Kecamatan Bantul di Kabupaten Bantul.

Akhir pekan lalu, Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biwara Yuswantana, telah memberikan pemetaan dropping air bersih sudah dilakukan BPBD. Utamanya, ke Kabupaten Bantul, Gunungkidul dan Kabupaten Kulonprogo.

"Jumlah dropping air yang telah dilakukan yaitu 12.310.000 liter," ujar Biwara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement