REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan lokasi ibu kota baru berada di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar) di Kalimantan Timur. Wilayah ibu kota baru ini mencakup wilayah seluas 180 ribu hektare, dengan 40 ribu hektare di antaranya adalah kawasan inti. Jokowi juga menyebutkan, proses pembangunan ibu kota baru akan memakan biaya Rp 466 triliun.
Dalam konferensi pers di Istana Negara, Senin (26/8) siang, Presiden menjelaskan bahwa skema pembiayaan pembangunan ibu kota baru nanti akan memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Rinciannya, 19 persen pendanaan diperoleh dari APBN dan sisanya dari KPBU dan jenis pembiayaan lainnya, seperti investasi langsung swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Pembangunan ibu kota baru ini bukan satu-satunya upaya pemerintahan dalam kurangi kesenjangan Pulau Jawa dan luar Jawa. Karena selain itu pemerintah akan membangun industrialisasi di luar Jawa berbagai hilirisasi," kata Presiden, Senin (26/8).
Meski ibu kota pemerintahan pindah ke Kalimantan Timur, Jokowi memastikan bahwa Jakarta akan tetap berperan sebagai pusat bisnis, keuangan, perdagangan, dan jasa skala regional dan global. Jokowi juga menyebutkan bahwa rencana Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan urban regeneration atau upaya penataan kota agar lebih berkelanjutan, tetap dilakukan dengan anggara Rp 571 triliun. Angka ini bahkan lebih besar ketimbang kebutuhan pembangunan ibu kota baru.
"Rencana DKI Jakarta melakukan urban regeneration tetap terus dijalankan dan pembahasan sudah pada level teknis dan siap dieksekusi," ujar Jokowi.
Jokowi sendiri menekankan bahwa pemindahan ibu kota harus dilakukan lantaran DKI Jakarta saat ini sudah mengemban beban terlampau berat, termasuk persoalan macet, kepadatan penduduk yang tinggi, dan masalah polusi udara serta air.