REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Warga di Kota Pekanbaru mulai mengungsi ke daerah lain akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau semakin pekat dan mengganggu kesehatan. Seorang warga Kota Pekanbaru Hadly Vavaldy (30 tahun) mengatakan memilih membawa istri dan anaknya yang masih balita ke Kota Medan, Provinsi Sumatra Utara, karena asap makin pekat.
“(Kami) memang ada rencana ke Medan, tapi karena asap akhirnya dipercepat. Kasihan anak (saya),” kata Hadly yang ketika dihubungi Antara sudah berada di bus tujuan Medan, Senin (26/8).
Ia mengungkapkan anak semata wayangnya yang baru berusia 16 bulan mulai sakit-sakitan diduga karena kondisi udara yang tidak sehat. Partikel kecil yang terkandung di dalam asap atau jerebu karhutla sangat berbahaya terutama bagi anak-anak dan lansia.
“Semalam (anak) demam, batuk sedikit, Alhamdulillah pagi ini sudah sehat lagi,” katanya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Maisel Fidayesi, mengatakan polusi asap karhutla selama tiga hari terakhir di Pekanbaru memang kian memprihatinkan. Indeks standar pencemar udara (ISPU) meski cenderung berfluktuatif, rata-rata ada kisaran di atas 100 atau status sedang dan sempat juga ke status tidak sehat.
Ketika ISPU menunjukkan partikulat molekul 10 (PM10) berada di atas 100 sampai 199, lanjutnya, maka kondisi itu berbahaya buat manusia yang rentan seperti balita, ibu hamil dan yang punya riwayat asma. “Tiga hari ini kondisi lebih buruk dibanding minggu lalu. Angka PM10 meningkat di pagi hari sampai jelang siang, ada yang sampai 200 kemudian turun jadi berfluktuatif,” katanya.
Ia mengatakan Dinas Kesehatan Pekanbaru sejak 29 Juli lalu sudah mengeluarkan surat kewaspadaan dampak asap Karhutla ke seluruh 21 Puskesmas di Pekanbaru. Informasi kewaspadaan itu juga disebarluaskan ke sekolah-sekolah, kecamatan dan sampai ke warga. Meski begitu, ia mengakui masih ada warga yang tidak sadar akan bahaya asap.
Warga yang rentan dari dampak asap disarankan tidak melakukan kegiatan di luar rumah, apabila terpaksa beraktivitas maka harus mengenakan masker. “Kita terus mengimbau masyarakat kurangi aktivitas di luar rumah dengan kondisi (asap) seperti ini,” katanya.
Ia menambahkan, jumlah penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) di Pekanbaru terlihat ada sedikit peningkatan dibandingkan sebelumnya. Dalam kurun waktu sejak 29 Juli hingga Agustus terpantau ada 4.000 pasien ISPA yang berobat di 21 Puskesmas di Pekanbaru.
“Sebelumnya jumlah pasien ISPA ada 3.600 orang dalam sebulan, artinya ada sedikit peningkatan 400 orang dalam sebulan,” katanya.