Sabtu 24 Aug 2019 11:00 WIB

Merambah Bajakah ke Hutan di Hulu Sungai Mentaya

Perjalanan mencari bajakah yang tumbuh di hutan di hulu Sungai Mentaya tidak mudah.

Asap pekat tampak di atas Sungai Mentaya, Sampit, Kalteng.
Foto: AP
Asap pekat tampak di atas Sungai Mentaya, Sampit, Kalteng.

REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT -- Kayu bajakah sejatinya sudah menjadi bagian dari khasanah pengobatan tradisional di Kalimantan. Kini, bajakah makin banyak dicari setelah uji pada binatang alias uji pra-klinik yang dilakukan oleh siswa SMAN 2 Palangkaraya memperlihatkan khasiatnya sebagai antikanker.

Penjualan bajakah kemudian jadi laris manis, termasuk di Kabupaten Kotawaringin Timur. Pedagang baru pun bermunculan, Saiful, salah satunya.

Baca Juga

Sudah empat hari Saiful berjualan bajakah di Pasar Keramat, Sampit. Dia menjualnya dengan harga bervariasi sesuai ukuran, mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu per batang. Untuk bajakah kering, dia tawarkan dengan harga Rp 10 ribu/ons atau Rp 100 ribu/kg.

"Lumayan banyak yang pesan. Hari pertama saya berjualan, laku sekitar Rp 500 ribu. Saya hanya berjualan di Sampit, belum melayani penjualan ke luar daerah," kata Saiful, salah seorang penjual bajakah di Sampit, Jumat.

Dari mana datangnya pasokan bajakah? Saiful mengaku mendapatkan bajakah dari hutan di kawasan hulu Sungai Mentaya.

Saiful mengungkapkan, tidak mudah untuk mencari bajakah. Ia harus masuk ke hutan yang jaraknya sekitar dua kilometer dari Sungai Mentaya.

Hanya perahu kecil bermesin atau sering disebut ces yang bisa menyusuri aliran sungai tersebut. Namun, ketika masuk ke anak sungai dalam hutan, mesin ces tidak bisa digunakan.

"Hutan rawa gambut itu dangkal sehingga perahu kecil harus dikayuh," ungkap Saiful.

Selain jarak yang jauh dan medan sulit, tantangan mencari bajakah adalah satwa liar yang bisa mengancam keselamatan. Tantangan berikutnya, menurut Saiful, ialah mengenali bajakah di antara tumbuhan lainnya.

"Harus orang yang benar-benar paham agar tidak salah mengambil tumbuhan yang hidupnya menggantung itu karena dikhawatirkan malah mengambil kayu beracun," jelas Saiful.

Untuk membedakan bajakah dengan tanaman lain serupa, menurut Saiful, ada ciri yang harus diperhatikan. Bajakah kalau dipotong pasti keluar air.

"Warnanya seperti teh dengan rasa sepet," kata Saiful.

Menurut Saiful, bajakah merupakan obat tradisional yang sejak dulu digunakan turun temurun oleh masyarakat Suku Dayak. Ia mendapati hasil uji pra-klinik tersebut membuat masyarakat euforia terhadap bajakah.

"Mungkin juga masih ada manfaat lainnya yang kita belum tahu," ucapnya.

Bajakah biasanya diolah dengan cara dipotong, diracik, dibelah, dijemur dan direbus. Saiful mengatakan, bajakah lebih bagus direndam satu malam dan baru diminum di pagi hari supaya zat yang terkandung dalam bajakah keluar semua.

"Prosesnya panjang. Mengeringkannya saja biasanya sampai dua hari. Mudah-mudahan saja bajakah bisa menyembuhkan penyakit dan bermanfaat bagi banyak orang," harap Saiful.

Roby, warga Sampit mengaku membeli bajakah untuk dikirim ke kampung halamannya di Pulau Jawa. Dia berharap bajakah mampu menyembuhkan penyakit yang diderita kerabatnya.

"Ini bentuk ikhtiar selain pengobatan secara medis. Bajakah ini menjadi harapan baru banyak orang ketika pemeriksaan medis menunjukkan hasil yang memprihatinkan," ujar Roby.

Akademisi dan praktisi klinik, Prof Dr Ari Fahrial Syam, mengingatkan bahwa penelitian yang dilakukan tiga siswa SMAN 2 Palangkaraya itu baru sebatas pada binatang atau uji pra-klinik. Masih perlu waktu yang panjang untuk mengetahui komponen dari getah bajakah yang berefek positif pada sel kanker.

"Di lain sisi, sudah ada korban pasien-pasien yang termakan info atas khasiat getah bajakah ini sehingga menunda jadwal kemoterapi atau operasi," ungkapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement