Kamis 22 Aug 2019 16:59 WIB

22 Hektare Lahan di Gunung Guntur Terbakar

Lahan Gunung Guntur di Garut sudah tiga kali terbakar pada musim kemarau 2019.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Nur Aini
Kebakaran lahan terjadi di Gunung Guntur, Kabupaten Garut, Rabu (21/8). Dok Polsek Tarogong Kaler.
Foto: dok. Polsek Tarogong Kaler
Kebakaran lahan terjadi di Gunung Guntur, Kabupaten Garut, Rabu (21/8). Dok Polsek Tarogong Kaler.

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Selama musim kemarau 2019, lahan di kawasan Gunung Guntur, Kabupaten Garut, sudah tiga kali memgalami kebakaran. Berdasarkan data Balai Besar Konsrvasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Barat (Jabar), hingga saat ini total sekitar 22 hektare lahan terbakar di Gunung Guntur.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah V Garut, Bidang KSDA Wilayah III Ciamis, Balai Besar KSDA Jabar, Purwantono mengatakan, kebakaran terakhir melanda kawasan cagar alam itu pada Rabu (21/8). Sekitar 20 hektare lahan terbakar akibat api yang menjalar sejak siang hingga sore itu.

Baca Juga

"Iya kemarin siang terbakar sampai sore. Luasannya sekitar 20 hektare, karena kita tak mengukur secara detail karena medan juga berat," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (22/8).

Lahan yang terbakar merupakan kawasan vegetasi berupa ilalang, semak belukar, rumput, pinus, kaliandra, dan daun-daun kering di sekitar kawasan. Baru pada Rabu sore, api berhasil dipadamkan.

Ia menjelaskan, pemadaman dilakukan secara manual oleh petugas gabungan dan dibantu masyarakat sekitar. Upaya mematikan api itu juga terkendala medan yang cukup sulit dilalui.

Menurut dia, pemadaman dilakukan dengan menggunakan jet shooter, tas punggung yang diisi air dan menggunakan alat semprot. Pasalnya, mobil tangki tak memungkinkan untuk masuk ke kawasan yang terbakar. 

"Kita kemarin menjangkaunya cukup sulit, di ketinggian 1.300-1.500 mdpl. Ada akses kendaraan, tapi kalau tidak double gardan susah juga. Mobil damkar kan hanya untuk pemukiman biasanya," kata dia.

Hingga saat ini, petugas KSDA, TNI/Polri, dibantu masyarakat masih melakukan pemantauan di sekitar lokasi guna mengantisipasi kebakaran lagi. 

Purwantono mengatakan, kabakaran yang terjadi di Gunung Guntur kemarin bukan merupakan yang kali pertama tahun ini. Sebelumnya, telah terjadi dua kali kebakaran. Namun, lantaran lokasinya masih berada di bawah, api dapat dengan cepat dipadamkan sebelum merambat lebih besar.

"Pertama dan kedua itu tidak terlalu besar dan langsung diatasi karena api masih di bawah, akses mudah jadi cepat. Sampai sekarang yang terbakar sudah sekitar 22 hektare," kata dia

Sebelumnya, Kapolsek Tarogong Kaler Ipda Asep Saepudin mengatakan, kebakaran mulai terlihat sejak Rabu sekitar pukul 14.00 WIB. Awalnya, lanjut dia, hanya terlihat kepulan asap dari awah bawah. Setelah dicek ke lokasi, terjadi kebakaran di tiga titik di kawasan Gunung Guntur.

Menurut dia, titik api berasal dari bagian tengah gunung, bukan dari bawah. Saat di lokasi, polisi juga tidak menemukan adanya pembukaan lahan ada orang di sana.

"Kita justru bersama masyarakat berupaya memadamkan," kata dia.

Asep menambahkan, pada Rabu siang cuaca di Gunung Guntur sangat terik. Selain itu, kondisi rumput ilalang di kawasan itu juga mengering. Diduga, kebakaran itu memang disebabkan oleh faktor alam.

Dalam beberapa jam, kebakaran baru bisa dipadamkan, dibantu oleh TNI dan masyarakat sekitar. "Kita padamkan dengan alat seadanya dan alhamdulillah bisa diatasi," kata dia.

Purwantono mengatakan, hampir setiap tahun kawasan Gunung Guntur mengalami kebakaran lahan ketika musim kemarau. Lahan yang tandus dan cuaca yang terik, membuat tumbuhan di kawasan cagar alam itu mudah terbakar.

Namun, Balai Besar KSDA Jabar tak bisa melakukan upaya pemulihan lahan yang tandus itu. "Itu kan statusnya cagar alam. Memang di Undang-Undang untuk cagar alam tumbuhan harus dibiarkan secara alami, tidak bisa dilakukan penanaman," kata dia 

Karena itu, menurut dia, status cagar alam Gunung Guntur harus diubah terlebih dahulu menjadi Taman Wisata Alam (TWA). Di satu sisi, perubahan status itu juga menjadi dilema untuk keberlanjutan kawasan cagar alam. Namun, pengusulan status cagar alam kawasan Gunung Guntur menjadi TWA sudah dilakukan.

Untuk sementara, Purwantono tetap mengimbau masyarakat supaya tidak melakukan pembakaran di sembarang tempat di kawasan Gunung Guntur. Sekalipun, hanya sekadar membuang puntung rokok.

"Soalnya kan bahan bakar mendukung, kering dan angin kencang. Potensi untuk terjadi kebakaran sangat tinggi," kata dia.

Karena itu, ia meminta masyarakat dan pendaki untuk tidak membuat api, meski hanya sedikit. Apalagi, kata dia, kalau api itu sampai ditinggal. Potensinya, api akan membesar dan merembet membakar lahan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement