REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar Seminar Nasional Risalah Ahlak. Ini merupakan langkah awal menyusun Risalah Islamiyah yang telah diamanatkan Muktamar Makassar.
Risalah Islamiyah yang hendak disusun memiliki dua fokus. Satu risalah mengenai akhlak Islam relektif atau filosofis, sedangkan satu risalah lain mengenai ahlak Islam aplikatif.
Sekretaris MTT PP Muhammadiyah Mohammad Mas'udi mengingatkan, ini merupakan amanat Muktamar yang wajib dilaksanakan. Ia berharap, seminar-seminar bisa melahirkan kontribusi yang optimal.
"Sehingga, buku Risalah Islamiyah yang dihasilkan maksimal," kata Mas'udi di Auditorium Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Kamis (22/8).
Dosen Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Muhammad Damami menilai, ahlak terus mengalami keredupan, justru di kalangan umat Islam. Salah satu alasannya konsep terlalu jenuh, membuatnya kurang fungsional.
Pembutiran konsep-konsep akhlak yang begitu banyak dan kerap cuma termuat dalam kitab-kitab yang tebal. Jadi, cuma berhasil memperkaya pengetahuan dan tidak memancing kegairahan untuk diamalkan.
Uraian instruktif, idel, kurang nuansa penyadaran dan tidak terasa. Belum lagi, seolah-olah ada hujan konsep, sehingga orang kebingungan memilih mana dari skala yang prioritas dilaksanakan.
"Oleh karena itu, perlu kiranya dilahirkan konsep tentang ahlak yang relatif sedikit, ringkas, efektid dan benar-benar fungsional," ujar Damami yang mengusulkan rekonseptualisasi ahlak.
Dosen Program Doktor Psikologi Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Aris Fauzan menilai, risalah perlu diisi pemahaman indra-indra batin. Sekaligus, fungsi-fungsi.
Ia mengingatkan, dalam keyakinan Islam, hati itu sendiri saja sudah menjadi sebab atas kebaikan dan keburukan diri seseorang. Baik itu sebagai jasmani maupun sebagai rohani.
Untuk itu, ia menekankan, tubuh manusia tidak cuma jasad, tapi ada di dalamnya jiwa dan nyawa sekaligus. Hati manusia, lanjut Aris, merupakan tempat perubahan dan fluktuasi yang konstan.
"Ini merupakan organ intuisi supra-rasional di mana realitas transenden bersentuhan dengan manusia," kata Aris.
Pemateri lain, Hamim Ilyas, mendorong risalah diisi nilai-nilai soal penciptaan dan kehidupan baik manusia. Tapi, tentu saja dalam sudut pandang yang diberikan Alquran.
Apalagi, ia merasa, umat Islam kerap hanya menekankan pengelolaan kodrat potensi mahluk tata aturan dan mahluk spiritual. Terutama, sejak menguatnya pengaruh fikih dan tasaquf massa.
Padahal, risalah Nabi Muhammad SAW, misal, merupakan rahmat bagi seluruh alam. Jadi, sebenarnya mewujudkan bagi mereka hidup baik yang sempurna meliputi indikator hidup sejahtera, damai dan bahagia.
"Dengan kata lain, tujuannya mewujudkan kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan bagi semua, tidak hanya bagi manusia apalagi bagi Muslim saja," ujar Hamim.