Rabu 21 Aug 2019 18:14 WIB

Atribut Pin Emas 22 Karat Anggota DPRD DKI Jakarta

DKI menganggarkan Rp 1,3 miliar untuk pengadaan pin emas 106 anggota DPRD.

[ilustrasi] Suasana Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
[ilustrasi] Suasana Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah

Besaran anggaran pengadaan pin emas untuk Anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 sebesar Rp 1,3 miliar tercantum dalam APBD Perubahan DKI Jakarta 2019. Hal ini tercantum setelah kesepakatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan DPRD DKI dalam Kebijakan Umum Perubahan APBD dan Platform Prioritas Sementara (KUPA-PPAS) di sidang Paripurna, Rabu (14/8) lalu.

Baca Juga

Sekretaris Dewan DPRD DKI Jakarta Muhammad Yuliadi mengatakan, pengadaan pin emas bagi Anggota DPRD DKI yang baru merupakan hal yang rutin dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pembuatan pin itu untuk atribut kedewanan, seiring dengan pergantian anggota dewan yang lama dengan yang baru terpilih.

"Setiap perputaran Anggota DPRD DKI yang baru memang sudah dianggarkan pin emas yang akan diberikan ke anggota dewan yang baru. Jadi memang sesuai aturan yang sudah ada," kata Yuliadi kepada wartawan, Selasa (20/8).

Yuliadi pun mengakui besaran biaya pengadaan pin emas ini dalam KUPA-PPAS memang tercantum senilai Rp 1.332.351,130 atau Rp 1,3 miliaran. Jenis pin ini, sambung dia, dibuat dari emas dengan kadar 22 karat. Harga harga per gram pin emas ini dianggarkan sebesar Rp 761.300 per gram dengan dua jenis berat, yakni yang berat 5 gram dan berat yang 7 gram.

"Anggota dewan yang baru memang memiliki hak mendapatkan atribut seragam seperti jas dan pin. Berbeda dengan jas yang, baru diadakan pada 2020, tapi kalau pin sudah dibuat dari sekarang. Ada yang 5 gram dan 7 gram," paparnya.

Dengan kisaran per gram pin emas dihargai Rp Rp 761.300, harga pin emas seberat 5 gram akan berharga senilai Rp 3.806.500, sedangkan harga pin emas seberat 7 gram seharga Rp 5.329.100. Total nilai dua pin emas senilai Rp 9.135.600, nanti akan dibagikan ke 106 anggota DPRD DKI periode 2019-2024.

Yuliadi menyebut pin emas untuk 106 anggota DPRD DKI 2019-2024 sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Ukuran masing-masing pin juga sudah ditetapkan sesuai aturan.

"Di mana pin emas yang gede untuk acara resmi dan pin emas yang kecil untuk acara biasa," ujar Yuliadi.

"Bila fungsinya sebatas simbol, bahan kuningan tembaga atau lainnya yang lebih murah bisa menjadi alternatif selain emas. Di Medan, Magetan, dan Ponorogo saja (DPRD) sudah mulai mengganti pin emas jadi berbahan kuningan. Berarti tidak wajib kan?” Anggota DPRD DKI 2019-2024 terpilih dari PSI, Idris Ahmad.

Penganggaran pin emas anggota DPRD DKI 2019-2024 ini dianggap sebuah pemborosan. Menurut politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor, pembuatan pin identitas anggota DPRD tidak perlu berabahan emas, apalagi dianggarkan sampai Rp 1,3 miliar.

"Dana sebesar itu hanya untuk pin ya pemborosan. Jadi enggak perlulah untuk sebesar itu," kata Firman Noor kepada wartawan, Selasa (20/8).

Ia merasa identitas pin menggunakan emas pun tidak diperlukan. Simbolitas seperti itu, menurutnya, tidak berkorelasi langsung dengan kesejahteraan rakyat. Justru bisa melukai warga Jakarta, yang seharusnya anggaran itu bisa dialokasikan ke program-program kesejahteraan yang lain.

"Saya kira DPRD DKI seharusnya bisa benar-benar mewakili rakyat, bukan hanya mewalikan rakyat. Jadi harus merasakan mana prioritas untuk rakyat dan mana yang tidak prioritas untuk rakyat," ujarnya.

Menurut Firman, lolosnya penganggaran pin emas itu, cerminan tidak sensitifnya anggota DPRD DKI dengan kondisi rakyatnya. Walaupun rakyat Jakarta sebagian kelas menengahnya sudah besar, tapi masih ada kelas menengah bawah Jakarta yang sangat butuh program-program kesejahteraan dengan alokasi anggaran yang bisa diprioritaskan, ketimbang Rp 1,3 miliar hanya untuk pin emas.

"Inilah ujian kejujuran anggota DPRD DKI sebenarnya, hal atribusi dan artifisial seperti ini bisa ditekan dan tidak perlu semahal itu," tegasnya.

Seharusnya, menurut Firman, kalau hanya sekadar pin tidak harus terbuat dari emas. Toh, ia menilai, pin identitas DPRD DKI itu hanya dipakai beberapa kali, tidak dipakai setiap hari. Jadi harus tetap masuk akal, terutama dalam penganggarannya.

"Jangan sampai malah melukai perasaan masyarakat," imbuhnya.

Anggota DPRD DKI 2019-2024 terpilih dari PSI, Idris Ahmad mengatakan, ada persoalan yang lebih substantif yang membutuhkan anggaran dibandingkan pemberian pin emas kepada para anggota legislatif. Idris yang juga pimpinan di DPW PSI DKI Jakarta ini menegaskan menolak pin emas yang akan diberikan pada anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 itu.

“Pengadaan pin emas untuk anggota legislatif tidak berpengaruh secara substantif kepada kinerja DPRD ke depan. Anggaran yang ada lebih baik digunakan ke arah yang bermanfaat, seperti peningkatan program pelayanan masyarakat,” ujar Idris Ahmad dalam keterangan kepada wartawan, Selasa (20/8).

Menurut Idris, tidak ada aturan yang mewajibkan pembuatan pin yang menjadi simbol keanggotaan legislatif harus berbahan dasar emas. Ia menyarankan agar pin yang diberikan dapat dibuat dari bahan-bahan alternatif lain yang lebih murah.

“Bila fungsinya sebatas simbol, bahan kuningan tembaga atau lainnya yang lebih murah bisa menjadi alternatif selain emas. Di Medan, Magetan, dan Ponorogo saja (DPRD) sudah mulai mengganti pin emas jadi berbahan kuningan. Berarti tidak wajib kan?” jelas Idris.

PSI Jakarta telah mengusulkan kepada Sekretariat Dewan (Sekwan) untuk menggunakan pin yang terbuat dari kuningan khusus untuk delapan anggota terpilih dari PSI pada saat pelantikan nanti. “Kami bersedia menggunakan pin tembaga kuningan, dan ini sudah dilakukan di daerah-daerah lain. Sebetulnya, perlu atau tidaknya pengadaan seperti pin emas harus dibuka ke publik dan dibahas betul di DPRD Jakarta,” tegasnya.

Idris juga mengingatkan pentingnya pembahasan anggaran daerah yang harus dilakukan dengan serius. Hal ini juga menjadi motivasi tersendiri bagi Idris dan anggota DPRD Terpilih PSI lainnya untuk lebih mengawasi kegiatan-kegiatan yang sebenarnya tidak substantif.

Selain itu, Idris mengajak kepada masyarakat Jakarta untuk terus memantau proses pembuatan anggaran yang sedang berlangsung. Selain APBD-P 2019 senilai 86,9 triliun rupiah, ada juga pembahasan kebijakan umum anggaran APBD 2020 senilai 96 triliun rupiah yang sedang dibahas secara paralel. Kedua pembahasan ini dikebut selesai hanya dalam hitungan hari menjelang akhir masa jabatan DPRD 2014-2019.

“Kami mempertanyakan kualitas pembahasan anggaran di DPRD selama ini yang dikerjakan secara terburu-buru dan tidak transparan. Apalagi, total yang dibahas nilainya ratusan triliun rupiah. Seharusnya isu pin emas ini dapat kajian yang mendalam sejak awal tahapan pembahasan, terlebih ini tidak tepat sasaran dan tidak berorientasi pada kepentingan umum,” tutur Idris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement